Berbuka

Bulan Ramadhan adalah bulan kebaikan dan keberkahan. Allah سبحانه وتعلى memberkahi hamba-hambaNya di bulan ini dengan banyak keutamaan dan diantara keutamaan yang Allah سبحانه وتعلى berikan bagi orang yang berpuasa adalah ketika ia berbuka puasa

Keutamaan Berbuka Puasa
1. Menyegerakan berbuka berarti menghasilkan kebaikan
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
"Senantiasa manusia di dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan bahwa Abu Athiyah dan Masruq datang menemui Aisyah Rhadiyallahu Anhauntuk meminta pen-dapat beliau, ia (Abu Athiyah) berkata :
“Saya menenui Aisyah bersama dengan Masruq, maka kami berkata : “Wahai Ummul Mu’minin (bagaimana pendapat anda dengan) dua orang dari shahabat Muhammad yang salah satu dari mereka mempercepat berbuka puasa dan mempercepat (waktu) shalat, sedang yang lainnya mengakhirkan berbuka puasa dan mengakhirkan shalat ?”, maka ia (Aisyah) bertanya : “Siapa diantara keduanya yang mempercepat berbuka puasa dan mempercepat (waktu) shalat (Maghrib)?” kami menjawab :”Abdullah yaitu bin Mas’ud”, maka ia ” (HR. Muslim,berkata : “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Tirmidzi, Nasa’i dan Abu Daud)

2. Berbuka puasa adalah salah satu dari dua kegembiraan
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Seorang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Rabbnya” (HR. Bukhari)

Seorang yang berpuasa mendapatkan kegembiraan ketika berbuka, dikarenakan ia telah menyempurnakan puasanya dan telah menyelesaikan ibadahnya serta telah mendapatkan keringanan dari Tuhannya sebagai pertolongan baginya untuk berpuasa pada hari berikutnya (Lihat Tuhfathul Ahwadzi 3:396)

3. Menyegerakan berbuka berarti menyelisihi Yahudi dan Nashrani
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Agama ini akan senantisa menang selama manusia menyegerakan berbuka, karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya” (HHR. Abu Daud)

Orang Yahudi dan Nashrani mereka mengakhirkan berbuka hingga munculnya bintang-bintang, sebagaima-na yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad Rhadiyallahu Anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

“Ummatku akan senantiasa dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka” (HSR. Ibnu Hibban)

Berkata Imam Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahumullah : “Telah berkata Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm : “Mempercepat berbuka puasa adalah perbuatan yang disunnahkan dan mengakhirkannya bukanlah perbuatan yang diharamkan kecuali apabila menganggap bahwa mengakhirkan berbuka puasa terdapat di dalamnya keutamaan” (Lihat Fathul Bari 4:199)

Waktu berbuka
Jika telah datang malam dari arah timur, menghilangkan siang dari arah barat dan matahari telah terbenam berbukalah orang yang berpuasa, Allah صلى الله عليه وسلم berfirman :
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al Baqarah : 187)
Dari Umar Rhadiyallahu Anhu ia berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Jika malam datang dari sini, siang menghilang dari sini dan matahari telah terbenam maka berbukalah orang yang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berbuka dengan apa ??
Disunnahkan untuk berbuka dengan ruthab (kurma muda yang matang sebelum menjadi tamr) jika tidak ada maka dengan tamr (kurma matang) dan jika tidak ada maka dengan air, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata :

“Adalah Rasulullah berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum melaksanakan shalat, jika tidak ada ruthab maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering) dan jika tidak ada tamr maka beliau minum dengan satu tegukan air” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Hadits di atas juga merupkan dalil tentang disunnahkannya berbuka puasa sebelum shalat magrib. Berkata Anas bin Malik : “Saya tidak melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم melaksanakan shalat hingga beliau berbuka puasa walaupun hanya dengan seteguk air” (R. Ibnu Abdil Barr)

Imam Asy Syaukani dan lainnya berkata: ”Disyariatkannya berbuka puasa dengan korma di karenakan korma mempunyai rasa yang manis dan semua yang manis-manis dapat memperkuat penglihatan yang sempat melemah ketika berpuasa, ....dan apabila sebab disyariatkannya berbuka dengan korma tersebut adalah rasa manis dan karena rasa manis itu mempunyai pengaruh bagi badan maka hal tersebut tentu juga terdapat pada semua jenis makanan yang manis-manis" (Lihat Tuhfatul Ahwadzi 3:311)

Do’a berbuka puasa
Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki waktu yang istijabah yang mana apabila ia berdo’a pada saat itu maka Allah akan mengabulkannya yaitu ketika berbuka puasa. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki do’a yang tidak tertolak (yaitu) ketika berbuka” (HHR. Ibnu Majah)

Adapun yang dibaca sebelum berbuka puasa adalah membaca basmalah yaitu “Bismillah”, hal ini berdasarkan beberapa dalil umum, diantaranya :

1. Perintah Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Diriwayatkan oleh Umar bin Abi Salamah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Sebutlah nama Allah (ucapkan basmalah), makanlah dengan tangan kanan dan makanlah apa yang berada di dekatmu” (HR. Bukhari dan Muslim)

di hadits lainnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian makan makanan maka ucapkanlah “Bismillah” (HR. At Tirmidzi)

2. Pemberitahuan beliau bahwa syaithan ikut serta makan bersama manusia apabila tidak membaca basmalah.
Hal ini berdasarkan hadits dari Umayyah bin Makhsyiyyi , beliau berkata :

“Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم duduk dan seseorang sedang makan di sisinya namun ia tidak menyebut nama Allah, hingga tidak tersisa dari makannya kecuali sesuap dan ketika dia bermaksud untuk makan suapannya yang terakhir dia mengucapkan :

“Dengan nama Allah di permulaan dan di akhirnya”

maka Nabi صلى الله عليه وسلم tersenyum kemudian bersabda :

“Senantiasa syaithan makan bersamanya, lalu ketika ia menyebut nama Allah سبحانه وتعلى, syaithan memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya” (HR. Abu Daud)

Adapun do’a yang dibaca sesudah berbuka puasa adalah :

“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan telah ditetapkan pahala Insya Allah” (HHR. Abu Daud)

Do’a ini di baca setelah mencicipi makanan atau minuman berbuka puasa dan bukan sebelumnya karena tidak mungkin dikatakan telah hilang dahaga apabila belum makan atau minum –Wallahu A’lam-

Dan masih terdapat beberapa do’a berbuka puasa selain do’a di atas namun semua riwayatnya tidak ada yang shahih, dan diantaranya adalah :

“Ya Allah hanya kepadaMu-lah saya berpuasa dan atas rizkiMu-lah saya berbuka puasa” (HHR. Abu Daud)

Berkata Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid : “Sanad hadits ini dhaif” (Lihat Tashih Ad Du’a hal. 507)

Berkata Syaikh Al Albani : “Sanad hadits ini dhaif, karena disamping hadits ini mursal, terdapat pula di dalamnya seorang rawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu Mu’adz (bin Zuhrah)” (Lihat Irwa’ Al Ghalil 4:38)

Adapun dzikir-dzikir khusus dan do’a- do’a yang dibaca secara berjama’ah dengan nada-nada tertentu menjelang waktu berbuka puasa maka ini tidak ada contohnya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم -Wallahu A’lam-

Memberi makanan untuk berbuka puasa
Orang yang memberi makan untuk berbuka puasa akan mendapatkan pahala yang besar dan kebaikan yang banyak, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Barang siapa yang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dan bagi orang yang diundang untuk berbuka puasa hendaknya memenuhi undangan tersebut selama di dalamnya tidak terdapat kemungkaran yang bertentangan dengan syariat, karena hal itu merupakan hak seorang muslim atas muslim lainnya, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima : (diantaranya)..Memenuhi undangan” (HR. Bukari dan Muslim)

Dan disunnahkan bagi yang diundang untuk mendo’akan kepada pengundangnya setelah selesai makan, dan diantara do’a yang dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم :

“Ya Allah berilah makan orang yang memberiku makan dan berilah minum orang yang memberiku minum” (HR. Muslim)
atau membaca do’a:

Telah berbuka disisi kalian orang-orang yang berpuasa, makananmu telah di makan oleh orang-orang yang bertaqwa dan para malaikat telah bersalawat kepada kalian” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Dounload Kitab-Kitab Kuning

Anjuran Tarawih

Salah satu amalan yang dianjurkan pada bulan Ramadhan adalah shalat tarawih atau shalat lail. Allah سبحانه وتعلى berfirman:

Hai orang-orang berselimut, laksana-kanlah qiyamullail di malam hari kecuali sedikit dari padanya (QS. Al Muzzammil : 1 - 2)

DEFENISI
Shalat tarawih adalah shalat lail/ tahajjud yang dikerjakan pada bulan Ramadhan. Shalat lail mempunyai banyak nama yang disebutkan para ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah, diantara-ya adalah Qiyamullail, shalat tahajjud, shalat witir, qiyam ramadhan dan shalat tarawih. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar ketika menjelaskan perkataan Imam Al-Bukhari: Kitab Shalat At-Tarawih dalam kitab shahihnya, Dan At-Tarawih adalah bentuk jama dari Tarwihah yang berarti istirahat yang satu kali seperti salam yang satu kali dalam shalat.

Tidak didapatkan seorangpun dari ulama salaf yang mempermasalahkan penamaan/ istilah shalat tersebut ditinjau dari segi bahasa. Hal ini disebabkan kaedah yang dikenal diantara mereka (tidak ada pertentangan/ perdebatan dalam hal istilah). Karenanya sangat-lah mengherankan apabila ada orang di akhir zaman mencoba memperma-salahkan dan menggugat istilah shalat tarawih, padahal ulama dahulu telah menamakannya demikian Wallahul Mustaan.

Hukum Dan Fadhilah Shalat Tarawih
Shalat lail merupakan salah satu diantara shalat sunnah yang hukum-nya sunnah muakkadah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan, dan dia merupakan shalat sunnah yang paling afdhal. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
Shalat yang paling afdhal sesudah shalat wajib adalah shalat lail. (HR. Muslim)

Karena itu shalat lail pada bulan Ramadhan yang dikenal dengan shalat tarawih, lebih dianjurkan dan dikuatkan hukumnya dari bulan-bulan lainnya karena dikerjakan pada bulan yang paling afdhal. Abu Hurairah Rhadiyallahu Anhu berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengan-jurkan (untuk melaksanakan) qiyam ramadhan namun Beliau tidak mewajibkan atas kaum muslimin, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda :
Barang siapa yang menegakkan qiyam ramadhan/ shalat tarawih dengan dasar iman dan ikhlas (mengharapkan pahala) maka diampuni baginya dosa yang telah lampau. (HR. Bukhari dan Muslim)

Disyariatkannya Shalat Tarawih Secara Berjamaah
Salah satu dalil khusus tentang keutamaan shalat tarawih dikerjakan secara berjamaah adalah qaul (per kataan) dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagaimana yang disebutkan oleh hadits Abu Dzar Rhadiyallahu Anhu berkata: Kami telah berpuasa (pada bulan Ramadhan) dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم belum pernah shalat bersama kami, hingga tersisa tujuh malam dari bulan Ramadhan lalu Beliau shalat bersama kami hingga lewat sepertiga malam, kemudian Beliau tidak shalat bersama kami pada malam berikutnya dan Beliau shalat bersama kami pada saat lima malam terakhir pada bulan Ramadhan hingga lewat perte-ngahan malam, lalu kami berkata: Wahai Rasulullah seandainya engkau menambah (shalatmu) kepada kami dari sisa seperdua malam ini, maka Beliau bersabda:

Sesungguhnya barang siapa yang shalat bersama Imam hingga selesai maka di-catat baginya (seperti) dia shalat tarawih semalam penuh (HR. Abu Daud, Tirmi dzi, Nasai, Ibnu Majah, berkata Al Albany: Seluruh sanadnya shahih)
Dalil tadi menunjukkan kepada kita bahwa shalat tarawih afdhal dila-kukan secara berjamaah di masjid, adapun yang menyebabkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم kadang meninggalkannya itu disebabkan kekhawatiran Beliau jika akan diwajibkan kepada ummatnya yang akan memberatkan mereka sebagaimana disebutkan dalam hadits:
Akan tetapi (yang menyebabkan saya tidak mengerjakan shalat tarawih ber-jamaah secara terus menerus) karena saya khawatir akan diwajibkan atas kalian shalat lail (secara berjamaah) lalu kalian tidak sanggup melaksanakan-nya (HR. Bukhari dan Muslim).

Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih/ lail adalah sesudah shalat Isya hingga terbit fajar.
Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

Sesungguhnya Allah سبحانه وتعلى menambah untuk kalian satu shalat yaitu witir, maka shalat witirlah antara (sesudah) shalat isya hingga (masuknya) shalat subuh. (HR. Ahmad).

Dan afdhalnya jika dikerjakan pada akhir malam namun jika terjadi masalah antara shalat di awal malam secara berjamaah ataukah shalat di akhir malam secara sendiri, maka shalat di awal malam secara ber-jamaah lebih afdhal, demikian pendapat Imam Ahmad Wallahu Alam.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
umlah rakaat shalat tarawih tidak ada batasannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
Shalat lail itu dua rakaat, dua rakaat..." (HR. Bukhari dan Muslim) Namun afdhal dengan sebelas rakaat dengan tetap memperbanyak bacaan tiap rakaat dan jika tidak mampu, maka afdhal memperbanyak rakaat.

Aisyah Rhadiyallahu AnhuÇ berkata :
Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menambah di bulan Ramadhan dan bulan yang lainnya dari 11 rakaat (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun khabar dari Aisyah Rhadiyallahu Anha ini tidaklah merupakan batasan mak-simal shalat tarawih yang tidak boleh ditambah, karena khabar tersebut sekedar menceritakan tentang jumlah rakaat yang selalu dikerjakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dan adalah Beliau صلى الله عليه وسلم jika me-ngerjakan suatu shalat selalu melaksa-nakannya secara dawam (kontinyu) sebagaimana yang disebutkan oleh Aisyah Rhadiyallahu Anha.

Dan Nabi صلى الله عليه وسلم sendiri tidak pernah membuat batasan tertentu tentang jumlah rakaat shalat tarawih, karena-nya tidak kita dapati dari kalangan ulama salaf yang membatasi jumlah rakaat. Berkata Imam Syafii : Saya mendapati penduduk Madinah melaksanakn sebanyak 39 rakaat, dan di Mekkah 23 rakaat dan tidak ada kesempitan (pembatasan) dalam hal tersebut (yaitu jumlah rakaat shalat tarawih)

Beberapa Kaifiyat Pelaksanaan Shalat Tarawih

Pandangan Ulama Sebagian:

1. Shalat sebanyak 20 rakaat dimulai dengan dua rakaat dua raka'at, sesuai sabda Nabi Muhammad SAW:"Sembahyanglah dikala malam dengan dua raka'at-dua raka'at", ditambah dengan 3 raka'at shalat witir (sedikitnya), jadi jumlah 23 raka'at.

Pendapat lainnya:

1. Shalat sebanyak 13 rakaat dimulai dengan dua rakaat yang ringan kemudian dua rakaat yang panjang sekali kemudian dua rakaat yang lebih ringkas dari sebelumnya dan demikian seterusnya hingga jumlah 12 rakaat lalu witir.

2. Shalat 13 rakaat, dimulai dengan delapan rakaat dan bersalam setiap dua rakaat kemudian witir dengan 5 rakaat dan tidak duduk dan tidak pula salam kecuali pada rakaat ke-5.

3. Shalat sebanyak 11 rakaat ber-salam setiap dua rakaat kemudian witir dengan satu rakaat.

4. Shalat sebanyak 11 rakaat, mengerjakan 4 rakaat lalu salam kemudian 4 rakaat lalu salam kemudian witir dengan 3 rakaat.

5. Shalat sebanyak 11 rakaat yaitu mengerjakan 8 rakaat dengan tidak duduk kecuali pada rakaat ke-8 lalu membaca tasyahud dan shalawat kepada nabi صلى الله عليه وسلم kemudian berdiri tanpa salam lalu witir dengan satu rakaat kemudian salam maka jumlahnya sembilan lalu ditambah 2 rakaat dalam keadaan duduk.

6. Shalat sebanyak sembilan rakaat, yaitu enam rakaat dan tidak duduk kecuali pada rakaat ke-6 lalu membaca tasyahud dan membaca shalawat lalu berdiri tanpa salam lalu witir dengan satu rakaat kemudian salam, maka jumlahnya tujuh lalu ditambah dua rakaat dalam keadaan duduk.
Adapun witir yang dikerjakan dengan tiga rakaat, maka tidak boleh duduk pada rakaat ke dua lalu salam pada rakaat ke-3, karena cara tersebut sama dengan shalat Magrib, padahal nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

Dan jangan kalian serupakan (shalat witir) dengan shalat magrib�. (HR. Ath Thohawy)

karena itu barang siapa yang berwitir dengan tiga rakaat boleh dilakukan dengan dua cara:
1. Bersalam antara rakaat ke-2 dan rakaat ke-3.
2. Tidak duduk kecuali pada rakaat ke-3.

Adapun yang melaksanakannya lebih dari 11 atau 13 rakaat, maka caranya dua-dua rakaat lalu menutupnya dengan witir.

Jadi shalat tarawih boleh dikerjakan dengan berbagai cara seba-gaimana yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan cara yang paling umum adalah mengerjakannya dengan dua rakaat dua rakaat kemudian ditutup dengan witir.

Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Witir
1. Bagi yang melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat, maka sunnah baginya membaca surah Al Kafirun pada rakaat ke-2 dengan surah Al-Ikhlas pada rakaat ke-3 dan kadang menambah pada rakaat ke-3 dengan surah Al Falaq dan surah An Naas. Namun bacaan ini tidaklah wajib karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah membaca 100 ayat dari surah An Nisaa pada rakaat shalat witir.

2. Sunnah membaca Qunut pada rakaat terakhir dari shalat witir sebelum atau sesudah ruku dengan bacaan yang matsur (yang berdasar-kan dalil).

3. Termasuk sunnah membaca pada akhir witir sebelum/ sesudah salam, yang artinya:

Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pemafaan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari diri-Mu, aku tidak (kuasa) menghitung pujian atas-Mu Engkau (Maha Terpuji) sebagaimana engkau pujikan atas diri-Mu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albany) dan selesai salam hendaknya membaca:

Maha Suci Allah yang memiliki kerajaan Maha Suci, 3 kali. (HSR. Abu Daud dan Nasai)

membaca tiga kali dengan meman-jangkan suara serta meninggikannya pada bacaan yang ke-3 dan boleh menambah pada bacaan yang ke-3 dengan:

Tuhannya para malaikat dan Jibril" (HR. Ad Dharaquthny dan dishahih-kan sanadnya oleh Al Arnouth)

4. Bagi yang yang telah melaksanakan shalat witir pada awal malam kemu-dian terbangun pada akhirnya diboleh-kan baginya melaksanakan shalat namun hendaknya tidak mengulangi witir karena tidak ada dua witir dalam satu malam dan hendaknya shalat pada waktu malam jumlahnya ganjil. Wallahu Alam (Al Fikrah)

Amalan Romadlan

Para salaf, pendahulu umat ini sangat memahami betapa berartinya Ramadhan. Segala kebaikan, keutamaan serta berkah berkumpul di dalamnya. Sehingga mereka yang tahu sifat dan keutamaan Ramadhan akan bersiap menyambut dengan berbagai amal kebajikan, agar memperoleh keberuntungan yang besar. Dan mereka tak akan berpisah dengan Ramadhan, kecuali ia telah menyucikan ruh dan jiwanya.
Sebagaimana firman Allah,
“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syam: 9)
Sungguh sangat merugilah orang yang tak peduli pada Ramadhan, menyia-nyiakan kehadirannya, padahal antara waktu siang dan malamnya dipenuhi kebaikan dan keberkahan.
Selain puasa yang Allah wajibkan pada bulan Ramadhan ada berbagai amalan yang disunnahkan pada bulan tersebut di antaranya:

1. Mengkhatamkan Al-Qur'an
Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Pada bulan inilah Al-Qur'an pertama kali turun dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia sekaligus. Allah berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (QS. al-Baqarah: 185)
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata; "Nabi (Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Qur’an di hadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Nabi melebihi angin yang berhembus."
Hadits tersebut menganjurkan kepada setiap muslim agar bertadarrus al-Qur’an, dan berkumpul dalam majelis al-Qur’an dalam bulan Ramadhan. Membaca dan belajar al-Qur'an bisa dilakukan di hadapan orang yang lebih mengerti atau lebih hafal al-Qur’an. Dianjurkan pula untuk memperbanyak membaca al-Qur’an di malam hari.
Dalam hadits di atas, mudarosah antara Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan Malaikat Jibril terjadi pada malam hari, karena malam tidak terganggu oleh pekerjaan-pekerjaan keseharian. Di malam hari, hati seseorang juga lebih mudah meresapi dan merenungi amalan dan ibadah yang dilakukannya.

2. Shalat Tarawih
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang menghidupkan malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Shalat tarawih atau qiyam Ramadhan tidak ada batasannya. Sebagian orang mengira shalat tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat, sebagian lain mengira tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini adalah pendapat keliru yang menyalahi dalil. Hadits-hadits menunjukkan bahwa shalat malam adalah perkara yang luas, tidak ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Bahkan ada riwayat yang jelas mengatakan bahwa nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah shalat 11 rakaat, terkadang 13 rakaat atau kurang dari itu. Ketika ditanya tentang shalat malam beliau bersabda: “Shalat malam didirikan dua rakaat dua rakaat, jika ia khawatir akan tibanya waktu subuh maka hendaknya menutup dengan satu rakaat” (muttafaq alaih, lihat Al-Lu’lu War Marjan: 432). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri juga melakukan cara ini (lihat Syarh Shahih Muslim 6/46-47 dan Muwattha’: 143-144).

Pendapat ulama lainnya 20 + 3 jumlah 23 raka'at, silahkan duanya juga sama, bedanya yang 20 tentu delapan 8 reka'at terlaksana, tetapi yang 8 reka'at belum tentu bisa 20 reka'at.

3. Memperbanyak Do’a
Dalam rangkaian ayat Al-Qur’an mengenai puasa di bulan Ramadhan terselip suatu ayat yang secara khusus membicarakan soal berdo’a. Di dalamnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala perintahkan orang beriman untuk berdo’a kepada-Nya. Dan Allah Subhaanahu wa Ta’aala berjanji untuk mengabulkan do’a siapapun asalkan memenuhi tiga syarat: (1) Memohon hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, bukan selain-Nya. (2) Memenuhi segala perintah-Nya dan (3) Beriman kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagai Rabb yang Maha Kuasa mengabulkan permintaan dan menetapkan taqdir segalanya.
Oleh karenanya perbanyaklah berdo’a ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka. Berdo’alah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita sesama muslim di belahan dunia.

4. Memberi Buka Puasa
Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang berbunyi: "Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka) orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun". (Bukhari Muslim)

5. Bersedekah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan” (HR. Tirmidzi).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma berkata; "Nabi (Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Qur’an di hadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Nabi melebihi angin yang berhembus."
Dan pada akhir bulan Ramadhan Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyempurna puasa yang dilakukannya.

6. I'tikaf
Para ulama’ telah berijma’ bahwa i’tikaf khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyari’atkan dan disunnahkan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri senantiasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. ‘Aisyah, Ibnu ‘Umar dan Anas Radhiyallahu ‘Anhum ajma’in meriwayatkan, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat. Bahkan pada tahun wafatnya beliau beri’tikaf selama 20 hari.
I'tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. I'tikaf disunahkan bagi laki-laki dan perempuan; karena Rasulullah Shallallahau 'Alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut i'tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan i'tikaf memperbanyak dzikir, istighfar, membaca Al-Qur'an, berdo’a, shalat sunnah dan lain-lain.

7. Umroh
Ramadhan adalah waktu terbaik untuk melaksanakan umrah, karena umroh pada bulan Ramadhan memiliki pahala seperti pahala haji bahkan pahala haji bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Beliau bersabda: “Umroh pada bulan Ramadhan seperti haji bersamaku.”
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib melakukannya.

8. Memperbanyak berbuat kebaikan
Bulan Ramadhan adalah peluang emas bagi setiap muslim untuk menambah 'rekening' pahalanya di sisi Allah. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan wajib di luar Ramadhan. Raihlah setiap peluang untuk berbuat kebaikan sekecil apapun meskipun hanya 'sekedar' tersenyum di depan orang lain.
“...dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. al Muthaffifin:26 )
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa memanfaatkan momentum Ramadhan untuk merealisasikan keta’atan dan menambah ketakwaan diri kita. Amin

Berpuasa bagi lensia

Berpuasa Bagi Lansia


Bagi umat muslim, bulan Ramadhan merupakan momen yang ditunggu-tunggu untuk berlomba-lomba mengerjakan ibadah, terutama berpuasa. Ibadah wajib muslim dewasa ini mensyaratkan untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan seperti makan, minum, serta hubungan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Khusus untuk para Lansia, fokus utama puasa ramadhan terletak pada pengaturan diet ketika berbuka dan sahur. Para lansia diperbolehkan berpuasa jika kondisi tubuhnya stabil, penyakitnya terkontrol, serta tidak ada infeksi akut.

Proporsi kalori untuk sahur, buka puasa, dan sesudah tarawih bagi para lansia ialah 40%, 50%, dan 10%. Ketika berbuka puasa, pastikan tidak langsung makan berat, karena fungsi lambung dan usus halus jelas sudah jauh menurun. Kebutuhan kalori puasa dengan tidak puasa tidak ada perbedaan, sehingga, jumlah makanan yang masuk logikanya tidak boleh berubah.

Untuk mencegah dehidrasi, anjurkan lansia untuk minum air ketika bangun tidur, ketika sahur, saat berbuka, serta porsi terbesar setelah tarawih atau sebelum tidur. Antara berbuka dengan sebelum sahur sebaiknya mengkonsumsi jus buah agar lebih bernutrisi. Terlalu banyak es pada minuman akan menahan rasa kenyang sehingga para lansia menjadi malas makan.

Ketika sahur, tidak dianjurkan minum teh dan kopi dan makanan yang sulit dicerna, seperti keju. Dianjurkan mengonsumsi makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat ketika sahur dan berbuka.

Pilihan yang baik ialah buah-buahan terutama kurma karena mengandung gula, serat, karbohidrat, kalium, dan magnesium. Sedangkan untuk konsumsi obat, para lansia mesti memperhatikan jenis dan etiket obat. Agen sistemik bisa dikonsumsi ketika berbuka dan sahur. Namun bila kondisi tidak memungkinkan, sebaiknya segeralah berbuka.

Ingat, ganjaran ibadah puasa hanyalah Allah yang tahu, jadi prinsip utama berpuasa pada penyakit kronis ialah jangan memaksakan puasa, kecuali jika sakit yang diderita bisa dikontrol, tidak terlalu parah, serta kondisi tubuh sedang sehat bugar.



Bau Mulut Saat Berpuasa


Setiap orang yang berpuasa tentunya ingin tetap sehat dan segar. Para ahli kesehatan menganjurkan kepada kita agar orang yang menjalankan puasa itu tetap mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, yaitu sumber karbohidrat, lemak, protein hewani dan nabati serta asupan sumber mineral dan vitamin, saat sahur maupun buka puasa.

Dengan demikian, meskipun sepanjang pagi hingga sore hari tidak makan dan minum, tubuh tetap dalam keadaan sehat dan bugar. Meski badan dalam keadaan sehat dan bugar, gangguan sosial kerap dialami oleh orang yang sedang berpuasa, yaitu bau mulut. Hal ini dimungkinkan karena sejak batas imsak saat menjelang subuh hingga berbuka ketika magrib, lambung dalam keadaan kosong.

Para pakar kesehatan menyatakan, keadaan lambung kosong serta hawanya yang keluar lewat mulut akan menimbulkan bau tak sedap. Terlebih, bila orang itu mengalami sakit maag. Bau yang keluar akan lebih menyengat. Dalam keadaan normal saja, mulut kita penuh dengan bakteri. Bakteri-bakteri itulah yang bisa menyebabkan bau mulut.

Kondisi mulut yang menjadi tak bau bisa dikarenakan terbilas oleh air dan makanan ketika kita dalam keadaan tidak berpuasa. Meskipun begitu, mengonsumsi terlalu banyak makan yang beraroma pun, seperti bawang putih juga akan bisa mengakibatkan bau mulut. Jadi, bau mulut saat berpuasa itu lumrah. Dianjurkan, banyak mengkonsumsi air dan makanan yang tak beraroma saat sahur, untuk mengurangi bau yang tak sedap saat sedang berpuasa.


Agar Berpuasa tetap Sehat


Agar puasa dapat menyehatkan diperlukan strategi yang tepat. Siasat yang baik adalah dengan melakukan pengaturan pola makan dan minum, pengaturan aktivitas atau olahraga, perhatian ekstra dan strategi khusus untuk penyakit atau kondisi tertentu serta persiapan mental.

Berpuasa tidak berarti mengurangi aktivitas atau kerja. Kita bisa terus berolahraga dengan memperhatikan waktu berolahraga yang tepat. Pada saat puasa tidak dianjurkan melakukan aktivitas atau olahraga berat.

Sebaiknya olahraga dilakukan menjelang berbuka puasa atau pada malam hari. Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga ringan seperti jalan kaki, senam, lari kecil. Sholat tarawih pun bisa dijadikan aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh.

Pada pasien yang memiliki penyakit pada lambung yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung, stres dan makan tidak teratur umumnya boleh berpuasa. Namun bila penyakit pada lambung disebabkan karena adanya luka pada lambung umumnya tidak dianjurkan berpuasa.

Makanan yang perlu dihindari antara lain, banyak mengandung gas dan tinggi serat (sawi, kol, nangka, pisang, kedondong, buah yang dikeringkan dan minuman bersoda. Hindari juga makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung (kopi, sari buah sitrus, susu), merusak dinding lambung (cuka, pedas, merica dan bumbu yang merangsang), sulit dicerna (makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju).

Sedangkan bagi penyandang diabetes atau diabetisi yang ingin berpuasa, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter. Karena secara umum, diabetesi boleh berpuasa bla keadaan gula darahnya terkontrol (gula darah puasanya 80-126 mg/dl, s jam setelah makan 80-180 mg/dl). Apabila menggunakan insulin, jangan lebih dari 2 kali sehari, memiliki fungsi hati atau liver dan ginjal yang baik, tidak ada gangguan pembuluh darah otak yang berat, tidak ada kelainan pembuluh darah jantung, cadangan lemak tubuh cukup, tidak ada kelainan hormonal lain dan tidak mengalami demam tinggi.

Pengaturan makan pada saat berpusa untuk diabetesi tidak berbeda dnegan jumlah asupan kalori dari makanan bila tidak puasa. Hanya saja diperlukan pengaturan dan distribusi makanan serta obat-obatan yang perlu dikonsultasikan dengan dokter.

Untuk ibu hamil diperbolehkan puasa apabila kuat dan tidak merasakan keluhan seperti pusing, gemetar, mual berlebihan serta tidak termasuk kehamilan beresiko tinggi. Ibu hamil juga sebaiknya tidak memaksakan berpuasa jika membahayakan diri sendiri dan janin. Jenis dan jumlah makanan yang dibutuhkan juga dibutuhkan pada waktu puasa sama seperti bila tidak puasa.

Sebagian besar ibu menyusui tidak kuat berpuasa karena mengeluarkan ASI, karena pengeluaran ASI bisa memberikan dampak lemas dan mudah lapar. Sebaiknya tidak memaksakan diri untuk puasa bila tidak kuat, karena bukan tindakan bijaksana bagi seorang ibu menyusi memaksakan diri menjalankan puasa tapi mengganti ASI dengan susu kaleng untuk sang anak.

Menghadapi puasa di bulan Ramadhan, diperlukan persiapan mental, diantaranya niat dan motivasi kuat yang juga mempengaruhi kesiapan fisik. Puasa dengan niat ibadah yang ikhlas dan tenang, diiringi dengan kesabaran dapat menghindari stres dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan persiapan yang baik, kita bisa menjalankan ibadan puasa dengan khusyuk dan optimal, meraih manfaat pahala dan meningkatkan kesehatan.

Sumber: Dr. Ahmad Jamaluddin (FKUI RSCM)
Sebagai bahan Seminar Kesehatan yang diselenggarakan oleh Sun Hope Indonesia, pada 7 September 2008

Membaca Surat Kahfi pada Hari Jum’at

Membaca Surat Kahfi pada Hari Jum’at

Amalan apa saja yang sunnah dilaksanakan pada hari Jum’at? Dan bagaimana hukumnya membaca surat al-Kahfi (surat ke-18 dalam Al-Qur’an) pada hari Jum’at?

Seperti kita ketahui, hari Jum’at merupakan hari yang paling mulia dalam Islam. Karena hari itu merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. DR Muhammad bakar isma’il dalam Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah menyatakan, hari Jum’at merupakan hari yang sangat mulia di sisi allah SWT. Hari itu merupakan hari yang dipilih oleh Allah SWT sebagai hari raya mingguan bagi kaum muslimin. Pada hari itu mereka berkumpul untuk melaksanakan shalat dengan penuh keramahan dan kecintaan.Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada hari itu. Di antaranya adalah memperbanyak wirid dan dzikir. Karena pada hari itu ada saat waktu istijabah yang sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT agar hamba-hamba-Nya lebih giat mencari waktu tersebut. Termasuk juga yang disunnahkan adalah membaca shalawat kepada nabi Muhammad SAW.
عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ النَّفْخَةُ، وَفِيْهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثَرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ، فّإنَّ صّلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ، قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟- أي بَلِيْتَ- قَالَ: إنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الْأرْضِ أنْ تَأكُلَ أجْسَادِ الْأنْبِيَاءِ—سنن ابن ماجه
Diriwayatkan dari Aws bin Aws, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya hari yang paling mulia bagi kalian adalah hari Jum’at. Pada hari itu Nabi Adam AS diciptakan, di hari itu ditiupkan ruh, dan pada hari itu dilaksanakan siksaan. Karena itu maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku. Sebab shalawat yang kamu baca pada hari itu akan didatangkan kepadaku. Lalu sahal seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana mungkin shalawat yang kami baca itu bisa dihadapkan kepadamu, padahal engkau telah hancur dimakan bumi? Rasulullah SAW menjawab: Sesungguhnya Allah ’Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi-Nya. (HR Ibnu Majah, 1075) Di antara amalan yang dianjrkan juga adalah membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُذْرِيّ قَالَ مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Diriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri, ia berkata, Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka Allah SWT akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan rumah yang penuh dengan keindahan. (Sunan Ad-Darimi, 3273)Membaca Shalawat dan membaca surat al-Kahfi pada malam atau hari Jum’at itu sunnah. Dalam hal ini DR Muhammad Bakr Isma’il menyatakan, seorang muslim disunnahkan untuk memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi SAW pada malam hari Jum’at. Begitu juga sunah sunnah membaca surat al-Kahfi pada malam dan hari Jum’at. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241)

Rukun Puasa dan Hal Yang Membatalkannya

Rukun puasa ada 2 (Dua) macam :

1. Niat puasa pada malam hari
Niat puasa dilakukan setiap hari. Niat cukup dalam hati, tidak harus diucapkan, jika diucapkan tidak apa-apa. Niat yang sempurna sebagai berikut :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَِذه ِ السَّـنَةِ إيمانا واحتسابا لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shouma ghodin ‘an adaai fardhi syahri romadhoona haadzihis sanati lillaahi ta’aalaa.

“ Saya niat puasa besok untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Dzat Yang Maha Tinggi “.

2. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa, yaitu :

a. Masuknya sesuatu ke anggota tubuh hingga sampai ke lambung. Seperti makan, minum, air masuk ke telinga dan tenggorokan dll.
b. Bersetubuh.
c. Keluarnya sperma, baik karena onani atau sentuhan.
d. Sengaja membuat muntah.
e. Haid/Menstruasi.
f. Nifas (Darah yang keluar karena melahirkan)
g. Melahirkan, meskipun tanpa mengeluarkan darah atau cairan apapun.
h. Gila, meskipun sebentar.
i. Pingsan sepanjang siang hari.
j. Mabuk sepanjang hari.
k. Murtad (Keluar dari agama Islam)

Yang membatalkan puasa bukan sekadar makan, minum dan lain-lain sebagaimana disebutkan di atas, ada hal yang suka diremehkan orang tapi ternyata membatalkan nilai puasanya. Artinya menurut Ilmu Fiqih sah, tapi nilai pahala dan ruhaninya tidak ada.

عن عبد الله ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : إن الله تبارك وتعالي قال : من لم تصم جوارحه عن محارمى فلا حاجة لى فى أن يدع طعامه وشرابه من أجلى.

Dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه berkata : Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda : Barangsiapa yang anggota tubuhnya tidak berpuasa dari larangan-laranganKu, maka tidak ada kebutuhan untuk meninggalkan makanan dan minumannya karena mengharapkan Aku.
(HR. Ad-Dailamy, 5/242 No. 8075 dan Al-Hindy dalam kitab Kanzul Ummal No. 23867)

Perbuatan yang merusak pahala dan nilai puasa adalah :
a. Berdusta,
b. Mengumpat/gossip,
c. Mengadu domba,
d. Sumpah palsu,
e. Melihat dengan nafsu syahwat,
f. Berbicara kotor
g. Dan lain sebagainya yang termasuk perbuatan maksiat atau dosa.

Bagi yang ingin mendapatkan file PDF artikel ini dan artikel selanjutnya, silahkan download di Link/Tautan Group Facebook “ Titian Islam, طريق الاسلام, The Path of Islam ” dengan klik :

Zakat Atas Penghasilan (Profesi)

Zakat atas penghasilan atau zakat profesi adalah istilah yang muncul dewasa ini. Adapun istilah Ulama salaf bagi zakat atas penghasilan atau profesi biasanya di sebut dengan “Almalul mustafad”. Yang termasuk dalam kategori zakat mustafad adalah, pendapatan yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, dan lain-lain, atau rezeki yang di hasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi), dan lain-lain.

Mayoritas Ulama’ tidak mewajibkan zakat atas hasil yang didapat dengan cara di atas. Namun ulama’ kontemporer seperti D.R.Yusuf Qordlowi berpendapat wajib di keluarkan zakatnya, hal demikian merujuk pada salah satu riwayat pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanbali) dan beberapa riwayat yang menjelaskan hal tersebut.[1]

Diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang di kembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah pada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan almadholim (barang ghosob/curiang yang di kembalikan) diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin) yang di berikan kepada yang menerimanya.

Atas dalil-dalil tersebut di atas dengan merujuk pada Madzhab Hanbali, beberapa ulama kontemporer berpendapat adanya zakat atas upah atau hadiah yang di peroleh seseorang. Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya atau hadiah yang didapat menjadi kaya, maka ia wajib zakat atas kekayaan tersebut. Akan tetapi jika hasil yang di dapat hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, atau lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat, bahkan apabila hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka ia tergolong mustahiq zakat.[2]


Nishob dan kadar zakat mustafad

Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishob dan kadar zakat profesi, yang di kemukakan oleh beberapa Ulama kontemporer, berikut masing-masing pendapat tersebur :

1.Menganalogikan (men-qiyas-kan) secara mutlak dengan hasil pertanian, baik nishob maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob hasil pertanian yaitu 652,5 kg beras (hasil konversi D.R.Wahbah Azzuhaili), kadar yang harus di keluarkan 5% dan harus dikeluarkan setiap menerima.
2.Menganalogikan nishobnya dengan zakat hasil pertanian, sedangkan kadar zakatnya dianalogkan dengan emas yakni 2,5%. Hal tersebut berdasarkan atas qiyas atas kemiripan (qiyas syabah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni :
◦Model memperoleh harta tersebut mirip dengan panen hasil pertanian. Dengan demikian maka dapat di qiyaskan dengan zakat pertanian dalam hal nishobnya.
◦Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan adalah berupa mata uang. Oleh sebab itu, bentuk harta ini dapat diqiyaskan dengan zakat emas dan perak (naqd) dalam hal kadar zakat yang harus di keluarkan yaitu 2,5%.
Adapun pola penghitungan nishobnya adalah dengan mengakumulasikan pendapatan perbulan pada akhir tahun, atau di tunaikan setiap menerima, apabila telah mencapai nishob
1.Mengkategorikan dalam zakat emas atau perak dengan nengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang masa kini dengan emas atau perak (lihat penjelasan zakat uang). Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob emas atau perak sebagaimana penjelasan terdahulu, dan kadar yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Sedangkan waktu penunaian zakatnya adalah segera setelah menerima (tidak menuggu haul).
Pendapat ketiga inilah yang saya ambil sebagai pegangan, karena sesuai dengan yang tercantum didalam kitab Madzhab Hanbali yang menjadi acuan atas diwajibkannya zakat profesi dan pendapatan tak terduga tanpa harus menganalogkan (men-qiyas-kan) secara paksa dengan zakat-zakat yang lain dengan mempertimbangkan kemampuan menganalogkan (men-qiyas-kan) permasalahan, sehingga menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan hukum.



Zakat mustafad dari hasil hadiah undian atau kuis

Apabila harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis baik dalam bentuk uang atau barang sudah setara dengan nishob perak maka zakat yang di keluarkan adalah 2,5%, sebagaimana zakat emas dan perak, dan di tunaikan segera setelah diterima.
Hadiah berupa uang tunai yang pajakanya ditanggung oleh penerima, zakatnya dihitung setelah dipotong pajak (after tax), hal demikian disebabkan pada umumnya apabila pajak hadiah ditanggung oleh penerima , maka hadiah yang diterima sudah dipotong pajak, sehingga kenyataan hasil yang diterima adalah sejumlah yang sudah terpotong pajak. Sedangkan hadiah yang pajaknya tidak ditanggung oleh penerima atau hadiah berupa barang, baik pajaknya ditanggung oleh penerima atau tidak, maka zakatnya dihitung sebelum pajak (before tax) karena kewajiban pajak tidak berpengaruh atas penghitungan zakat dari hasil yang diterima.



Contoh 1:

Bapak Sulaiman memperoleh hadiah sebesar Rp 100.000.000. pajak hadiah ditanggung pemenang. Cara menghitung zakatnya adalah :

Hadiah Rp 100.000.000.

Pajak 20% x 100.000.000. Rp 20.000.000.

Total yang diterima Rp 80.000.000.

Maka zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% x Rp 80.000.000 = 2.000.000.

Nishob setara dengan 543,35gr perak, asumsi harga perak @ Rp 5000. = 543,35 x 5000 = Rp 2.716.750.



Contoh 2:

Bapak Samsul memperoleh hadiah mobil senilai 200.000.000.pajak hadiah ditanggung atau tidak di tanggung pemenang. Cara menghiting zakatnya adalah:

Nilai hadiah Rp 200.000.000.

Pajak 20% x 200.000.000. Rp 40.000.000.

Maka zakat yang dikeluarkan adalah : 2,5% x 200.000.000 = 5.000.000. (pajak hadiah tidak mengurangi nilai zakat yang dihitung).

Zakat Pengasilan Pertanian

Harta Zakat

Ada beberapa pendekatan dalam menentukan macam-macam harta yang wajib dizakati, yakni pendekatan iqor (harta tidak bergerak) dan manqul (harta bergerak). Atau dengan pendekatan alkhorij( zakat dari hasil yang dicapai) dan ro’sul maal(zakat atas modal).Saya menggunakan pendekatan yang kedua yaitu pendekatan alkhorij dan ro’sulmaal.

Zakat atas`hasil yang dicapai (alkhorij)
Zakat atas hasil yang dicapai berbeda dengan zakat atas modal dalam hal pembayarannya. Harta yang wajib dizakati berdasarkan hasil yang dicapai, penunaian zakatnya segera setelah didapat hasilnya tanpa terikat dengan syarat haul. Harta yang termasuk dalam kategori ini mengikuti Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali adalah:

1. Zakat atas hasil pertanian.
Yakni, semua tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, rumput-rumputan, dan lain-lain. Demikian menurut pendapat Madzhab Hanafi.

Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i, yang termasuk dalam golongan hasil pertanian hanyalah terbatas pada hasil pertanian yang dapat digunakan sebagai makanan pokok, seperti padi, gandum, kedelai, jagung, kacang, dan lain-lain, serta buah kurma dan anggur.

Semua hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan segera zakatnya setiap kali musim panen apabila hasil panen sudah mencapai nishob (Lihat tabel nishob). Namun menurut Madzhab Hanafi berapapun yang dihasilkan dari hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan zakatnya 10%, tanpa disyaratkan mencapai jumlah tertentu (nishob).

Dalam madzhab Syafi’i, lahan pertanian yang produksi dalam satu tahun, hitungan nishobnya menggunakan cara akumulasi dari beberapa hasil panen dalam satu tahun.

Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila menggunakan pengairan secara alami seperti, air hujan, sungai, mata air, adalah 10%. Sedangkan yang menggunakan alat-alat tertentu, sekira air tidak dapat menjangkau pada lahan pertanian kecuali dengan alat tersebut, maka kadar zakatnya adalah 5%.
Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selain untuk alat pengairan tersebut diatas, seperti pupuk, obat-obatan, upah petugas irigasi (ulu-ulu=jawa), dan lain-lain, tidak dapat berpengaruh pada kadar zakat yang harus dikeluarkan, meskipun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.

Contoh 1:
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai, di tanami padi. Hasil panen yang di capai adalah 1500 kg . Zakat yang harus di keluarkan adalah: 10 % x 1500 kg = 150 kg.

Jika pengairannya menggunakan peralatan tertentu sekira air tidak dapat menjang kau tanpanya, maka zakatnya adalah : 5 % x 1500 kg = 75 kg.
Nishob gabah kering hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin ‘Ali adalah 1323,132 kg atau 815,758 kg beras putih.

Contoh 2:
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai ditanami padi.
pada lahan a hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan b hasil panen yang diperoleh adalah 300 kg.
Pada lahan c hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan d hasil panen yang diperoleh adalah 400 kg
Jumlah 1700 kg.
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 10 % x 1700 kg = 170 kg.

Menurut Madzhab Hanafi zakat pertanian juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang setara dengan nilai hasil pertanian yang harus di keluarkan, bukan 10 % dari harga jual.
Contoh :

Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai di tanami padi, menghasilkan panen 1500 kg, laku terjual Rp 1.400.000. Harga pasar per 100 kg
Rp 100.000.

Zakat yang semestinya di keluarkan adalah 150 kg, (= 10 % x 1500 kg).
Dapat juga di tunaikan Rp 150.000. (harga pasar 150 kg).

Dunia Pendidikan

Assalamualaikum Wr Wb.
Slam kenal untuk semua. jaya pendidikan Indonesia!.
Salam Hormat Untuk Semua!.
Mengutip berbagai media, intnsi, subtansi, masyarakat dan sejarah terkemuka di dunia, menggemorkan/mengharuskan akan pentingnya pendidikan untuk keseluruhan tanpa membedakan dari apapun. Perkenankanlah pada kesempatan berbahagia ini, mengangkat tema dunia pendidikan. Artinya keumuman untuk semua insan yang hidup di alam pana menerima pendidikan layak dan benar supaya menghasilkan akhlak atau kepribadian serta kelakuan yang sesuai dengan tuntunan. karena nyatanya didunia ini berlawanan, tentunya pendidikan bukan menuju kearah kesesatan (Syetan) melainkan pendidikan yang menuntun kearah keyakinan dan kebenaran.
Pada dasarnya manusia dibedakan dengan mahluk yang lainnya dengan memiliki akal yang sempurna. lebih jauh mengenal akal sempurna perlu pembimbingan, pengaturan, pendidikan serta pengambilan sesuatu ditelaah dari pengalaman dan kejadian yang pernah dialami masing-masing. Baik yang bersifat pormal atau non pormal.
Bentuk dunia secara nyata, maya atau bayangan kedepan yang tak tentu untuk di bayangakan. tetunya perlu trik-trik atau cara untuk menggapainya. tercapai atau tidak rahsiah Sang Pencipta, sementara keberusahaan khususnya adanya dunia tentu ditergantungkan pada diri masing-masing.
Sesuai dengan nas, yang namanya akal dibagi dua: yaitu akal horiji dan akal hakiki. logika akal horiji adalah akal yang perlu di pelajari dan dikasih pelajaran serta pendidikan, serta tidak mampu untuk memecahkan sesuatu tanpa adanya sandaran atau pengetahuan pendidikan. Sementara akal hakiki adalah akal yang hakikat langsung dikasih Sang Pencipta.
Sebagai penyempurna manusia harus berusaha untuk bisa melaksanakan dan menemukan serta melatih akal khorijinya, supaya terlepas dari segala beban yang ada di dunia ini, diantaranya yaitu ilmu pengetahuan baik di pendidikan pormal atau non pormal serta dari pengalaman yang pernah dialami dalam menghadapi dunia ini.
Pantas dan yakin akan kebahagiaan dunia diraih dengan ilmu, kebahagiaan akhirat dengan ilmu serta kebahagiaan keduanya harus diraih dengan ilmu pula. Seyognya kita semua berusaha untuk menggapainya.
Ada satu pepatah:”Harus lah hidupmu bisa jadi;
(1). Orang berilmu, jika tak bisa? …
(2). Orang yang belajar ilmu, jika tak bisa?...
(3). Orang yang menyayangi pada orang berilmu dan orang yang belajar ilmu, jika tak bisa?...
(4). Orang yang mendengarkan ilmu. Dan jangan kau berada pada number lima
(5), Tidak jadi orang berilmu,tidak belajar,tidak
menyayangi orang berilmu/orang belajar, dan tidak jadi pendengar ilmu. Celakalah hidupmu”.
Melihat kenyataan hidup manusia yang dibatasi adanya kematian, perlu di informasikan dan lemparkan untuk dilaksanakan oleh generasi penurus yaitu anak, cucu dan keterunan selanjutnya secara terus menerus dan turun temurun.
Sekalipun sudah tiada jika orang berpendidikan akan selalu dikenang oleh semua orang yang masaih ada/hidup di dunia. Dengan tidak ragu lagi, betapa pentingnya akan dunia pendidikan sisi apapun sesuai atauran dan konsep yang ada serta berlaku, tanpa dibatasi darimana, sekalipun dari pantat ayam sekiranya jadi ilmu dan faidahnya kita ambil dan manfaatkan.
Sekian dulu, mohon maaf dari keliru dan kesalahan serta menunggu akan ilmu pelajaran.
Billahittaufiq Wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr Wb.

Sebagian Penyambutan Ramadlan

Segala puji bagi Allah tuhan sekalian alam.Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad s.a.w.. Mari kita mohon kepada Allah, Dzhat Yang Maha Agung, semoga menjadikan kita termasuk orang-orang yang apabila mendapatkan rizqi bersyukur, apabila mendapatkan cobaan bersabar dan apabila melakukan dosa atau kesalahan mau meminta ampunan. Umat Islam saat ini sedang berada dalam masa yang sangat mencemaskan dan dalam perjalanan sejarahnya yang penuh onak dan duri. Tidak sedikit negara-negara Islam saat ini mengalami penderitaan yang sangat berat berupa kemiskinan, ditindas, dibantai, dijajah dlsb.


Ramadhan sebentar lagi akan tiba, dan ini merupakan suatu momentum yang sangat tepat bagi kita kaum muslimin untuk menyamakan persepsi bahwa kita ini sebenarnya adalah satu tubuh, apabila salah satu organ tubuh terserang sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakit yang sama. Bulan Ramadhan juga merupakan ajang kita untuk "bertadharru', meratap kepada Allah agar segala kesusahan, kedlaliman dan diskriminasi dijauhkan dari kita. Dan semoga umat ini juga ditunjukkan jalan yang benar, yaitu jalan dimana para pejuang kebenaran diberikan kejayaan atas orang-orang pembuat kerusakan. Semoga Allah menggandeng tangan umat ini kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Tinggal beberapa hari lagi, kita kedatangan bulan Romadhan. Sudah sewajarnya kita menyambutnya dengan suka cita. Dulu para sahabat dan tabi'in senantiasa memanjatkan do'a agar di pertemukan kembali dengan bulan Ramadhan. "Ya Allah sampaikan kami kepada bulan Ramadhan berikutnya".


Keutamaan Ramadhan.


Keutamaan ini bisa dilihat dari turunnya Al-Qur'an pada bulan Ramadhan. Ini merupakan tanda yang cukup jelas betapa mulianya bulan ini, karena Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. Allah berfirman "Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana diturunkan al-Qur'an di dalamnya untuk menjadi petunjuk bagi manusia, dan tanda-tanda dari petunjuk dan pembeda (dari yang benar dan batil)". Untuk itulah Allah mewajibkan kaum muslimin untuk memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya dengan melaksanakan puasa sebagai realisasi rasa syukur kita kepada Allah atas ni'mat bulan Ramadhan, "Barangsiapa menemukan bulan (Ramadhan) maka berpuasalah”. Ramadhan merupakan bulan puasa, bulan mendirikan sholat, bulan memperbanyak membaca al-Qur'an, bulan yang penuh rahmat, maghfiroh dan pembebasan dari api neraka, bulan dimana segala amal kebajikan dilipatgandakan dan amal keburukan dan maksiat dimaafkan, bulan segala do'a dikabulkan, dan derajatnya ditinggikan. Allah mewajibkan puasa ini agar kita bisa bertaqwa dengan sesungguhnya, sebagaimana firman Allah :

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu melaksanakan puasa sebagaimana yang diwajibkan atas kaum sebelummu, agar kamu bertaqwa".


Taqwa adalah buah yang diharapkan mampu di hasilkan oleh puasa. Buah tersebut akan menjadi bekal orang beriman dan periasai baginya agar tidak terjatuh dalam jurang kemaksyiatan. Seorang ulama sufi pernah berkata tentang pengaruh taqwa bagi kehidupan seorang muslim; “Dengan bertaqwa, para kekasih Allah bisa terlindungi dari perbuatan yang tercela, dalam hatinya diliputi rasa takut kepada Allah sehingga menyebabkannya senantiasa terjaga di malam hari untuk beribadah, lebih suka menahan kesusahan dari pada mencari hiburan, rela merasakan lapar dan haus, merasa dekat dengan ajal sehingga mendorongnya untuk memperbanyak amal kebajikan. Taqwa merupakan kombinasi kebijakan dan pengetahuan, serta gabungan antara perkataan dan perbuatan.


Di antara keutamaan bulan Ramadhan adalah seperti yang dijelaskan Rasulullah s.a.w. : "Ketika datang malam pertama dari bulan Ramadhan seluruh syaithan dibelenggu, dan seluruh jin diikat. Semua pintu-pintu neraka ditutup , tidak ada satu pintu pun yang terbuka. Semua pintu sorga ibuka hingga tidak ada satupun pintu yang tertutup. Lalu tiap malam datang seorang yang menyeru; "Wahai orang yang mencari kebaikan kemarilah; wahai orang yang mencari keburukan menyingkilah. Hanya Allah lah yang bisa menyelamatkan dari api neraka". (H.R.Tirmidzi.)


Dalam riwayat Bukhari dari Abu Hurairoh RA berkata: berkata Rasulullah SAW: "Ketika telah masuk bulan Ramadhan maka dibuka pintu-pintu langit, dan ditutup pintu-pintu neraka jahannam, dan dibeleggu semua syaithan". Dalam Riwayat Bukhari yang lain; "ketika telah tiba bulan Ramadhan maka di bukakan pinti-pintu sorga".


Jadi di dalam bulan yang suci ini Allah menjauhkan semua penyebab kehancuran dan kemaksiatan, syaitan diikat dan dibelenggu, hingga tidak kuasa untuk membujuk manusia melakukan kemaksiatan yang keji dan terlarang, karena manusia sibuk melakukan ibadah, mengekang hawa nafsu mereka dengan beribadah, berdzikir dan membaca al-Qur'an. Ini sekaligus penggugah hamba beriman bahwa tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan ibadah dan taat kepada Allah ataupun melakukan maksiat karena sumber utama penyebab kemaksiatan, yaitu syetan telah dibelenggu.


Ditutupnya pintu neraka mempunyai arti bahwa setiap hamba hendaknya tidak lagi melakukan perkara yang munkar dan mengekang diri dari menuruti hawa nafsunya, karena neraka sebagai tempat pembalasannya sedang ditutup. Pintu neraka ditutup semata untuk menghukum syaithan dan saat itulah selayaknya kemaksiatan berkurang dan sirna lalu digantikan dengan perbuatan mulia dan kebajikan.


Sementara dibukanya pintu-pintu sorga mengisyaratkan terhamparnya kesempatan seluas-luasnya untuk meraih sorga dalam bulan Ramadhan. Iyadl berkata: ini merupakan tanda bagi para malaikat bahwa bulan yang istimewa telah tiba agar mereka menghormatinya dan menghadang syetan dari pekerjaannya mengganggu orang mu'min. Bisa juga itu mengisyaratkan banyaknya pahala dan ampunan yang diturunkan Allah agar mereka yang mengharapkannya berlomba-lomba meningkatkan amal ibadahnya dan agar mereka yang memimpikannya semakin berusaha mendapatkannya. Bisa juga maksud dibukanya pintu sorga adalah terbukanya kesempatan bagi hamba Allah untuk lebih meningkatkan ketaatan, dengan terbukanya semua jalan kataatan dan tertutupnya jalan-jalan syetan. Adapun maksud terbukanya pintu-pintu langit adalah kata kiasan bagi turunnya rahmat Allah dan terbukanya tirai penutup bagi amal-amal hamba, di satu pihak karena taufiq Allah dan di lain pihak karena semua amal akan diterima Allah pada bulan tersebut. Taibi berkata : Malaikat diperintahkan memintakan rahmat kepada Allah untuk hambanya yang berpuasa dan agar mereka mendapatkan derajat yang mulia.


Maka sangat beruntunglah bagi mereka yang mau memanfaatkan kesempatan tersebut, dan mudah-mudahan menjadi salah satu dari mereka yang dimuliakan dan diselamatkan dari api neraka di bulan suci tersebut. Sesungguhnya Allah membebaskan hamba-Nya dari siksa neraka karena beberapa amal : ada yang karena mentauhidkan Allah, ada yang karena sholat dan zakat, dan pembebasan pada bulan Ramadhan adalah karena puasa dan barakah yang terkandung di dalamnya, dengan banyaknya dzikir dan taubat yang di lakukan dalam bulan suci itu. Nabi Muhammad s.a.w. telah menceritakan dari tuhannya (Allah).; "Barang siapa berpuasa di bulan suci itu dengan beriman dan mengharap pahala dari sisi Allah maka diampuni segala dosa yang telah ia lakukan" dan barang siapa menghidupkan malam lailatul qadar dengan beriman dan bertulus hati maka diampunilah dosa yang telah ia lakukan.


Berpuasa disertai dengan ketulusan niyat dan ikhlas akan mengantarkan hamba mendapatkan ampunan dan mendatangkan rahmat dan keridloan dari Allah. Inilah kesempatan yang terbuka bagi orang beriman agar berlomba-lomba dalam beramal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Saudaraku!! jangan lewatkan kesempatan ini, apalagi sampai merugi dalam perkara ini, tidak saja kehilangan modal yang telah ada ditanganmu namun juga tidak sepeser pun keuntungan yang kau dapat, padahal di sana banyak orang-orang yang mendapatkannya. “Dan pada itu berlomba-lombalah orang-orang yang berlomba” (Q.S. 84:26).

Siap Diri Menyongsong Ramadlan

Dalam kitab “Baina Yadai Ramadlan” disebutkan, bahwa di bulan Sya’ban inilah, -tepatnya tahun ke dua hijriyah-, penentuan arah Qiblat itu ditetapkan. Dimana sebelumnya, selama tujuh belas bulan berada di Madinah, Nabi SAW ketika sholat menghadap Al-Quds (Baitul Maqdis di Palestina), tetapi kemudian Allah SWT mengabulkan keinginan hati Nabi SAW, sehingga menghadap Qiblatnya berpindah ke arah Ka’bah (Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah). Sebagaimana sebab turunnya surat al-Baqarah, ayat 144: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Qiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.



Itu di antara nilai sejarah yang ada di bulan Sya’ban. Berikut ini adalah pembicaraan berkenaan dengan bulan Sya’ban, serta fadlilah (keutaman)nya:


Bulan yang sangat digemari Nabi untuk berpuasa.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, berkata; “Saya tidak melihat Rasulullah SAW berpuasa lengkap sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlan. Dan saya tidak melihat yang banyak dipuasani Rasulullah SAW kecuali di bulan Sya’ban”. HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lainnya.
Shahabat Anas bin Malik RA juga meriwayatkan, bahwa “Rasulullah SAW itu puasanya sedang-sedang aja, antara puasa dan tidaknya secara berimbang, di sepanjang tahunnya. Namun, ketika masuk bulan Sya’ban beliau tampak kelihatan rajin dalam menekuni puasanya”. HR Imam Ahmad dan Thabrani.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Hajar menjelaskan hadits yang disebutkan di atas, bahwa hampir hari-hari di bulan Sya’ban ini dipuasani oleh Rasulullah.[1]



Merangkaikannya dengan Ramadlan.


Dari Aisyah RA berkata bahwa; “Di antara bulan-bulan yang sangat dicintai Nabi dalam melakukan puasa adalah di bulan Sya’ban, lalu menyambungkannya dengan bulan Ramadlan”. HR. Abu Dawud.



Allah SWT telah memproklamirkan Pengampunan-Nya.


Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SWT bersabda; “Pada malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban), Allah SWT akan mengumumkan kepada sekalian manusia, bahwa Ia akan mengampuni orang-orang yang mau beristighfar (minta ampunan-Nya), kecuali kepada orang-orang yang menyekutukan-Nya, juga orang-orang yang suka mengadu domba (menciptakan api permusuhan) terhadap saudara muslim”. HR. Al-Thabrani dan Ibnu Hibban.
Dalam riwayat lain dari Aisyah RA, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Malaikat Jibril telah datang kepadaku, seraya berkata (memberikan informasi): Malam ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Dan pada malam ini pula Allah akan membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka. Namun Allah SWT akan membiarkan enam kelompok manusia tetap dalam neraka, karena telah melakukan dosa-dosa besar, yaitu:

1.orang yang menyekutukannya (syirik),

2.orang yang suka mengadu domba (menciptakan api permusuhan) terhadap saudara muslim.

3.orang yang memutuskan tali shilaturrahmi (hubungan kekerabatan).

4.orang yang sombong, yang berjalan dengan penuh keangkuhan.

5.orang yang durhaka terhadap kedua orang tuanya.

6.orang yang kecanduan minuman keras”. HR. Baihaqy.



Amal Perbuatan manusia akan dilaporkan ke hadiran Allah SWT.


Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid RA berkata, “Wahai Rasulullah, saya lihat anda lebih bersemangat (lebih rajin) berpuasa di bulan Sya’ban ini, dibanding bulan-bulan lainnya. Mengapa (ada apa gerangan)?”. Nabi menjawab; “Karena Sya’ban ini bulan agung, yang banyak dilupakan orang. Padahal, di bulan inilah amal perbuatan manusia akan dinaikkan (dilaporkan) ke hadirat Allah. Kerena itu, saya ingin (lebih senang) bila di saat amalan-amalan itu diangkat (dihadirkan) kepada Allah, kondisi saya dalam keadaan puasa”. HR Nasa’i.[2]
Berkaitan dengan ini, para ulama menjelaskan akan perhatian dan begitu antusiasnya Nabi di bulan Sya’ban, dalam rangka menyambut bulan suci Ramadlan. Diantaranya, bila digambarkan adalah sbb:



Perhatian dan sayang Nabi SAW terhadap isteri-isterinya.


Imam Ibnu Hajar menyebutkan, bahwa di antara hikmah (rahasia, mengapa) Rasulullah SAW memperbanyak puasanya di bulan Sya’ban adalah karena isteri-isterinya banyak yang menuntaskan tanggungan (menjalankan qadla puasa Ramadlan, karena berhalangan, haidl dan sebab-sebab lain) di bulan Sya’ban ini. Jadi, Nabi SAW tidak ingin terlalu merepotkan isteri-isterinya, kecuali menghormati dan bahkan menemani aktifitas ritual yang sedang dijalankan isteri-isterinya. Luar bisa, sikap dan cara Nabi SAW dalam memberikan semangat atau support terhadap isteri-isterinya.



Waktu yang sangat tepat untuk mengevaluasi diri.


Adalah pesan shahabat Umar RA, agar kita selalu berintropeksi terlebih dahulu. Beliau mengingatkan, “Hasibu Anfusakum Qabla An-Tuhasabu, Wa-Zinu A’malakum Qabla An-Tuzanu ‘Alaikum”. Makanya, alangkah baiknya bila kesempatan di bulan Sya’ban ini kita bisa mengevaluasi diri, bisa berintropeksi apa yang telah perbuat sepanjang tahun ini. Kita telah melalui dengan bagaimana, apa yang telah kita kerjakan, serta dengan aktifitas apa saja selama ini. Sudahkah kita mengindahkan antara hak dan kewajiban kita. Bukankah kita telah banyak alpa kepada Allah, ataupun khilaf kita kepada sesama manusia.
Terlalu banyak, -dan kita tidak pernah akan sanggup menghitung- kasih sayang, nikmat dan anugerah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Kita ini telah banyak dikaruniai kesehatan, ketenangan, rasa aman dan hidup nyaman. Namun, sering lengah terhadap kehadiran Allah SWT. Berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Apakah selama ini, kita telah menjalankan perintah-Nya dengan baik dan benar. Sadarkah, bahwa kita sering “bolang-bolong”, menyepelekan ibadah, menggampangkan sholat lima fardlu, dsb. Sudah sebanding/berimbangkah antara kenakalan dan ampunan yang kita harapkan. Apakah sudah diimbangi dengan ketundukan kita kepada-Nya. Dalam istilah Ustadz Nakip Pelu; “Repotnya, mengapa kita ini hanya selalu Nasta’iin (minta pertolongan, minta ini-itu, dst), tanpa diimbangi dengan Na’budu (beribadah yang baik dan benar)”. Mestinya, kita tahu diri dan malu ketika hanya “Nosto’an-Nasta’in” melulu, tanpa pernah mau meningkatkan “Na’bud”nya. Maka dari itu, pada bulan inilah sangat layak untuk merenungkan, apakah kita telah memenuhi wajiban kita sebagai hamba yang baik, dan pandai bersyukur?
Lalu, terhadap manusia dan sesama saudara muslim, apakah juga telah penuhi hak-haknya? Bukankah kita pernah menyakitinya, menaruh curiga terhadapnya, mengumpat dan menggunjingya, dst? Baik yang disengaja, ataupun tidak. Kesemuanya perlu dibersihkan, untuk menghadap Allah SWT dengan kondisi yang suci, sehingga kita bisa lebih dapat meraih Ramadlan yang berkwalitas.



Menjadikannya sebagai tahap persiapan mental (pemanasan).


Disamping itu, bulan Sya’ban juga sangat baik dijadikan sebagai tahap persiapan, sehingga ketika masuk bulan suci Ramadlan telah siap dan terbiasa untuk memaksimalkan sajian, fadlilah dan kemurahan Allah SWT, dan lebih meningkatkan kwalitasnya di bulan suci Ramadlan nantinya.
Karena itu, pada masa persiapan ini, kita mestinya –sebisa mungkin- mampu menghadirkan hati yang suci, lisan yang tidak henti-hentinya berdzikir, juga jiwa yang siap “berharap” pada ridla Allah SWT. Sehingga dengan persiapan yang cukup matang ini, -yang telah dimulai sejak di bulan Sya’ban, sebagaimana Nabi SAW dalam mempersiapkan dirinya- kita akan lebih bisa menjalani puasa ini dengan penuh berisi dan berkwalitas, dan nantinya kita bisa berharap lebih optimis untuk mendapatkan ridla-Nya. Bagaimana tidak, karena kita telah puasa dengan yang sebenar-benarnya. Puasa yang tidak hanya sekedar meninggalkan makan dan minum, tetapi juga mampu mengendalikan godaan nafsu dan syahwat selama berpuasa.
Demikian saja, pengajian kita kali ini, dalam rangka untuk menyiapkan diri menyambut bulan suci Ramadlan 1426H. Semoga, dengan persiapan yang lebih matang ini, kwalitas puasa Ramadlan kita serta ibadah dan amal sholeh kita di bulan suci Ramdlan nanti akan terdapat peningkatan, baik kwantitas maupun kwalitasnya. Amien, Ya Rabbal ‘Alamin.


[2]- Disusun berdasarkan beberapa hadits yang termuat dalam kitab “Al-Targhib Wal-Tarhib”, Imam Mundziri, Juz 2, hlm. 116, Dar al-Fikr, tahun 1014H-1981M.


Adalah pesan shahabat Umar RA, agar kita selalu berintropeksi terlebih dahulu. Beliau mengingatkan, “”. Makanya, alangkah baiknya bila kesempatan di bulan Sya’ban ini kita bisa mengevaluasi diri, bisa berintropeksi apa yang telah perbuat sepanjang tahun ini. Kita telah melalui dengan bagaimana, apa yang telah kita kerjakan, serta dengan aktifitas apa saja selama ini. Sudahkah kita mengindahkan antara hak dan kewajiban kita. Bukankah kita telah banyak alpa kepada Allah, ataupun khilaf kita kepada sesama manusia. Terlalu banyak, -dan kita tidak pernah akan sanggup menghitung- kasih sayang, nikmat dan anugerah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Kita ini telah banyak dikaruniai kesehatan, ketenangan, rasa aman dan hidup nyaman. Namun, sering lengah terhadap kehadiran Allah SWT. Berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Apakah selama ini, kita telah menjalankan perintah-Nya dengan baik dan benar. Sadarkah, bahwa kita sering “bolang-bolong”, menyepelekan ibadah, menggampangkan sholat lima fardlu, dsb. Sudah sebanding/berimbangkah antara kenakalan dan ampunan yang kita harapkan. Apakah sudah diimbangi dengan ketundukan kita kepada-Nya. Dalam istilah Ustadz Nakip Pelu; “Repotnya, mengapa kita ini hanya selalu (minta pertolongan, minta ini-itu, dst), tanpa diimbangi dengan (beribadah yang baik dan benar)”. Mestinya, kita tahu diri dan malu ketika hanya “Nosto’an-Nasta’in” melulu, tanpa pernah mau meningkatkan “Na’bud”nya. Maka dari itu, pada bulan inilah sangat layak untuk merenungkan, apakah kita telah memenuhi wajiban kita sebagai hamba yang baik, dan pandai bersyukur?Lalu, terhadap manusia dan sesama saudara muslim, apakah juga telah penuhi hak-haknya? Bukankah kita pernah menyakitinya, menaruh curiga terhadapnya, mengumpat dan menggunjingya, dst? Baik yang disengaja, ataupun tidak. Kesemuanya perlu dibersihkan, untuk menghadap Allah SWT dengan kondisi yang suci, sehingga kita bisa lebih dapat meraih Ramadlan yang berkwalitas.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan, bahwa di antara hikmah (rahasia, mengapa) Rasulullah SAW memperbanyak puasanya di bulan Sya’ban adalah karena isteri-isterinya banyak yang menuntaskan tanggungan (menjalankan puasa Ramadlan, karena berhalangan, haidl dan sebab-sebab lain) di bulan Sya’ban ini. Jadi, Nabi SAW tidak ingin terlalu merepotkan isteri-isterinya, kecuali menghormati dan bahkan menemani aktifitas ritual yang sedang dijalankan isteri-isterinya. Luar bisa, sikap dan cara Nabi SAW dalam memberikan semangat atau terhadap isteri-isterinya.Adalah pesan shahabat Umar RA, agar kita selalu berintropeksi terlebih dahulu. Beliau mengingatkan, “”. Makanya, alangkah baiknya bila kesempatan di bulan Sya’ban ini kita bisa mengevaluasi diri, bisa berintropeksi apa yang telah perbuat sepanjang tahun ini. Kita telah melalui dengan bagaimana, apa yang telah kita kerjakan, serta dengan aktifitas apa saja selama ini. Sudahkah kita mengindahkan antara hak dan kewajiban kita. Bukankah kita telah banyak alpa kepada Allah, ataupun khilaf kita kepada sesama manusia. Terlalu banyak, -dan kita tidak pernah akan sanggup menghitung- kasih sayang, nikmat dan anugerah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Kita ini telah banyak dikaruniai kesehatan, ketenangan, rasa aman dan hidup nyaman. Namun, sering lengah terhadap kehadiran Allah SWT. Berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Apakah selama ini, kita telah menjalankan perintah-Nya dengan baik dan benar. Sadarkah, bahwa kita sering “bolang-bolong”, menyepelekan ibadah, menggampangkan sholat lima fardlu, dsb. Sudah sebanding/berimbangkah antara kenakalan dan ampunan yang kita harapkan. Apakah sudah diimbangi dengan ketundukan kita kepada-Nya. Dalam istilah Ustadz Nakip Pelu; “Repotnya, mengapa kita ini hanya selalu (minta pertolongan, minta ini-itu, dst), tanpa diimbangi dengan (beribadah yang baik dan benar)”. Mestinya, kita tahu diri dan malu ketika hanya “Nosto’an-Nasta’in” melulu, tanpa pernah mau meningkatkan “Na’bud”nya. Maka dari itu, pada bulan inilah sangat layak untuk merenungkan, apakah kita telah memenuhi wajiban kita sebagai hamba yang baik, dan pandai bersyukur?Lalu, terhadap manusia dan sesama saudara muslim, apakah juga telah penuhi hak-haknya? Bukankah kita pernah menyakitinya, menaruh curiga terhadapnya, mengumpat dan menggunjingya, dst? Baik yang disengaja, ataupun tidak. Kesemuanya perlu dibersihkan, untuk menghadap Allah SWT dengan kondisi yang suci, sehingga kita bisa lebih dapat meraih Ramadlan yang berkwalitas.

Menyambut Ramadlan

Saudara-saudara seiman !!!
Mari kita sambut bulan Ramadhan yang penuh berkah mulai bulan Sya'ban ini. Kita persiapkan diri kita baik fisik dan rohani untuk bulan yang penuh karunia tersebut.

Mempersiapkan rohani kita adalah dengan mulai mempelajari hal-hal penting yang perlu kita amalkan selama bulan tersebut. Kita buka kembali pelajaran fiqhus-syiyam kita, yaitu fikih berpuasa yang benar dan sesuai ajaran. Kita sadarkan diri dan kesadaran kita akan pentingnya bulan tersebut bagi agama dan keimanan kita.

Secara fisik, kita juga harus mempersiapkan diri di bulan ini dengan melatih diri memperbanyak ibadah dan khususnya puasa. Itulah salah satu hikmah kita dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban ini. Dan di bulan Sya'ban ini juga ada malam nisfu sya'ban, yaitu malam pertengahan bulan Sya'ban. Lepas dari kuat tidaknya dalil mengenai amalam pada malam tersebut, namun malam itu bisa kita jadikan waktu pengingat kembali akan persiapan-persiapan kita dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh maghfirah. Berikut ini hadist-hadist seputar keutamaan bulan Sys'ban semoga bisa kita baca dan amalkan:
Dari Aisyah r.a. beliau berkata:"Rasulullah s.a.w. berpuasa hingga kita mengatakan tidak pernah tidak puasa, dan beliau berbuka (tidak puasa) hingga kita mengatakan tidak puasa, tapi aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa selain bulan Ramadhan kecuali pada bulan Sya'ban". (h.r. Bukhari). Beliau juga bersabda:"Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan".


Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:"Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (h.r. Abu Dawud dan Nasa'i).

Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).


Ulama berpendapat bahwa hadis lemah dapat digunakan untuk Fadlail A'mal (keutamaan amal). Walaupun hadis-hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.


Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya'ban? Adalah dengan memperbanyak ibadah dan salat malam dan dengan puasa. Adapun meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan berlebih-lebihan seperti dengan salat malam berjamaah, Rasulullah tidak pernah melakukannya. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka'bah.

Jadi sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal salih lainnya. Wallahu a'lam

Belajar Dari Keluarga Nabi Ibrahim A.S

Kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia yang berjumlah sekitar 2 juta orang setiap tahunnya menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah, bahkan tidak sedikit dari mereka yang menunaikan ibadah haji itu untuk kesekian kalinya, tak ada perasaan bosan apalagi kapok dalam menunaikan ibadah haji meskipun harus berkorban dengan harta, tenaga dan menghadapi sejumlah kesulitan. Bahkan setiap muslim yang sudah menunaikannya tetap ingin mengulanginya lagi meskipun kewajiban haji hanya sekali dalam seumur hidup.

Kalau bukan panggilan iman, mana mungkin seorang hamba mau meninggalkan segala urusan duniawi dengan pengorbanan harta, waktu dan tenaga guna menunaikan ibadah haji. Sudah lama niat ditancapkan ke dalam hati, danan dikumpulkan, lesehatanbadan dijaga, manasik haji dihafalkan dan fatwa-fatwa serta nasehat-nasehat para ulama dihayati dalam-dalam dengan harapan agar cita-cita menunaikan ibadah haji tidak sia-sia dihadapan Allah swt.
Ibadah haji memberikan pelajaran yang sangat besar dan berharga kepada setiap orang yang menunaikannya, karenanya pantas kalau haji kita sebut juga sebagai madrasah atau sekolah yang diantara fungsinya adalah untuk membina dan menempa orang yang berada didalamnya. Kalau kita sederhanakan, paling tidak ada tujuh tempaan atau binaan ibadah haji bagi orang yang menunaikannya.

Pertama, ibadah haji membina kepada jamaahnya untuk selalu mengagungkan Allah swt, ini terlihat dari ucapan Labbaik Allahumma Labbaika la syariika Labbaik (Aku memenuhi panggilanMu ya Allah, Aku memenuhi panggilanMu yang tiada sekutu bagiMu), ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang pantas dijadikan Tuhan dan diagung-agungkan dalam kehidupan ini. Pengagungan terhadap Allah tidak hanya karena ucapan talbiyah itu, tapi seluruh jamaah haji memang harus menunaikan ibadah yang sesuai dengan ketentuan Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul saw dan ini berarti ibadah haji merupakan simbol dari penyerahan total kepada Allah swt sehingga kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji tidak terlalu bertanya-tanya apalagi mempersoalkan amalan-amalan yang harus dilaksanakan seperti tawaf, sai dan sebagainya. Seorang muslim memang bisa saja berkata: “yang penting kan essensi atau maksud ibadah haji yang harus kita tunaikan, untuk apalagi simbol-simbol yang terdapat dalam ibadah haji itu?”. tai baagi muslim yang sejati, dia akan menyadari bahwa ibaah haji itu merupakan salahsatu bentuk ujian Allah kepada hamba-hambaNya apakah manusia mau loyal atau tidak kepada Allah swt.

Kedua, ibadah haji juga membina kaum muslimin untuk membuktikan semangat ukhuwahnya, tidak hanya dalam bentuk jiwa, tapi juga raga karena telah dipertemukan oleh Allah dalam satu tempat, maksud dan tujuan yang sama, bacaan yang sama hingga pakaian yang sama, tak ada perbedaan suku, ras, warna kulit, bahasa, pangkat, kedudukan dan sebagainya, semua harus menunaikan ibadah haji deng ketentua-ketentuan yang sama. Dari semangat ukhuwah ini, kaum muslimin seharusnya semakin menyadari bahwa seorang haji semestinya lebih hebat semangat ukhuwahdalam upaya menegakkan agama Allah dimuka bumi ini.

Dalam kaitan ini ibadah haji telah membangkitkan perasaan kasih sayang dengan sesama muslim, pengendalian hawa nafsu dan semangat kebersamaan yang pada akhirnya diharapkan bisa membangkitkan kekuatan solidaritas Umat Islam sedunia.



Binaan ketiga yang diperoleh kaum muslimin dari menunaikan ibadah haji adalah menumbuhkan semangat berkorban tanpa pamrih, hal ini karena ibadah haji memang harus ditunaikan dengna pengorbanan yang sangat besar, baik berupa harta, jiwa, tenaga hingga waktu yang tersedia untuknya dlam kehidupan ini. Hasil tempaan atau binaan dlam ibadah haji terhadpa kaum muslimin semestinya membuat kaum muslimin tidak segan-segan untuk berkorban dengan harta dan jiwanya dan dengan semua itu dia tidka akan menjadi manusia yang lupa atau lali dari mengingat Allah sw, Allah berfirman :

يا أيها الذين آمنوا لا تلهكم أموالكم ولا أولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الخاسرون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (surat al-Munafiquun : 9)



keempat yang merupakan binaan atau tempaan dari ibadah haji kepada kaum muslimin adalah memperkuat ikatan sejarah yang membawa kaum muslimin kepad jejak sejarah Islam pertama, hal ini karena memang ibadah haji itu juga napak tilas nabi Ibrahim, seorang nabi yang sangat gigih dalam perjuangan menegakkan agama Allah yang juga mendapat dukungan yang luarbiasa dari istri dan anak-anaknya. Nabi Ibarahim mendapat juluikan Bapaknya para nabi, karena dari keturunannya lahir para nabi. Nabi Ibrahim dengan kecintaannnya yang luar biasa kepada Allah membuat dia siap dihukum mati dengan cara dibakar meskipun kemudian Allah menolongnya, juga dengan ikhlas melaksanakan perintah pengorbanan anaknya Ismail, sementara Ismail juga dengan sabar menerima ketentua itu dan Siti Hajar sang istri tercinta juga rela dengna terhadap keputusan Allah hingga dia berhasil mengusir syetan yang berusaha menggodanya.

Oleh karena itu dengan melaksanakan ibadah haji seorang muslim semestinya tidak sekedar meraskan kenikmatan beribadah secara ritual, tapi juga dapat membayangkan dan menghayati betapa berat perjuanga para nbai dalam dakwah serta dapat juga menghayati nikmatnya perjuangan itu meskipun dengan tantangan yang berat, dari sini diharapkan seorang haji juga dapat membuktikan keberhasilan ibadah hajinya dengan ikut serta secara aktif dalam dakwah guna memperbaiki kondsi akhlak manusia yang kita rasakan sekarang terjadi kerusakan yang sangat mengkhawatirkan.



Hadirin Kaum muslimin yang dimulaiakan Allah



Kelima, ibadah hajijuga menempa kaum muslimin untuk menjadi orang yang berani dan siap menghadapi mati, apalagi ibadah ini merupakan simbol penyerahan total manusia kepada Allah, sehingga ibadah haji itu latihan untuk kembali kepada Allah sebagaimana layaknya orang yang meninggal dunia. Telah dilatih jamaah haji itu untuk menggunakan kain kafan dengna pakaian ihram, doilatih juga untuk membayankan suasana di padang mahsyar dengan wukuf di padang Arafah dan sebagainya, bahkan dilatih untuk melawan syaitan yang selalu menggoda agar manusia terlalu cinta dunia dan takut pada mati. Oleh karena itu kalau kemudia ada ornag yang sudah menunaikan ibadah haji tapi masih saja takut kepada mati itu menunjukkkan kekurangberhasilan ibadah haji yang dilakukannya, apalgi kalau dia masih saja tunduk pada keinginan-keingaina syaithan.

Keenam, yang juga merupakan tempaan dari ibadah haji adalah mendidik seorang muslim untuk selalu menjaga kehormatan dirinya, karena seorang haji yang bmabrur tentu harus membuktikan kemabruran hajinya itu dengan kehormatan diri sehingga dia harus jaga dirinya agar jangan sampai melakukan hal-hal yang menodai nilai hajinya itu. Apalagi bagi seorang muslim yang karena sudah menunaikan ibadah haji lalau dia menambah gelar haji didepan namanya, ini memebuat dia harus lebih ahti-hati lagi agar jangan samapai melakukan hal-hal yang bernilai maksiat, karena apa kata orang kalau seorang haji melakukan kemaksiatan.

Tempaan ketujuh yang diperoleh dati menunaikan ibadah haji adalah agar seorang muslim memiliki kesimbangan cinta. Manusia memang cenderung untuk mencintai segala yang membawa kenikmatan duniawi dan Allah sendiri tidak melarang manusia untuk mencintai dunia dan segala isinya, hanya kecintaan kepada Allah dan Rasulnya harus diatas segala-galanya sehingga kecintaan pada ha—hal yang sifanya duniawi seperti anak, istri, harta, rumah, jabatan, pekerjaan dan sebagainya tidka melebihi dari kecintaan kepada Allah dan RasulNya.

Seorang muslim memang tidka dibenarkan mencintai selain Allah yang melebihi kecintaannya kepada Allah, bahkan jangankan melebihi kecintaannya kepada Allah, sama saja dalam cinta antara Allah dengnaselainnya sudah tidak dibenarkan, hal ini dikemukakan oleh Allah swt dalam kecintaan seorang mukmin yang sejati, Allah berfirman

ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله والذين أشد حبا لله
“Diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandinga selain Allah, mereka mencintainya sebagamana mereka mencintai Allah. Adapun ornag-orang yang beriman sangat mencintai Allah” (Surat Al-Baqarah :165)

Hari raya Idul Adha yang kita peringati dan kita rayakan setiap tahun telah memberikan kesan dan pelajaran yang dalam untuk kta semua, khususnya dalam kaitan mengenang tokoh-tokoh yang terkait dengan peristiwa pengorbanan. Nabi Ibrahim as, Siti Hajar dan Ismail as, mereka merupakan figur-figur yang memang patut kita teladani, khususnya dalam kaitannya sebagai bapak atau suami, ibu atau istri dana anak atau generasi muda. Allah swt sendiri memang telah menyebutkan bahwa pada mereka itu terdapat keteladanan yang sangat tinggi. Allah berfirman :

قد كانت لكم أسوة حسنة فى إبراهيم والذين معه إذ قالوا لقومهم إنا برؤا منكم ومما تعبدون من دون الله.
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamuu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah” (Surat Al-Mumtahanah: 4)



Oleh karena pada generasi Ibrahim itu terdapat keteladanan yang mengagumkan, baik dari diri nabi Ibrahim as sendiri, Siti Hajar istrinya maupun Ismail assebagai anak yang dihasilkannya, tentu terdapat ciri-ciri yang harus kita teladani dan kita jadikan pedoman dalam bentuk karakter generasi muda kita sekarang dan dimasa-mas yang akan datang.



Ada enam ciri generasi Ibrahim yang harus kita tanamkan kedalam diri kita dan generasi muda kita pada masa kini dan mendatang manakala kita ingin memiliki generasi Islam yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Pertama, yang merupakan ciri dari generasi Ibrahim adalah kritis dalam mencari dan menerima kebenaran, karena itu generasi Ibrahim tidka larut dengan keadaan zaman disekitarnya, generasi Ibrahim adalah generasi yang pandai memisahkan mana yang hak dan mana yang batil untuk selanjutnya memilih yang hak dan meninggalkan yang batil. Pelajaran ini nampak dari kisah Nabi Ibrahim as dalam mencari tuhan dengan mengatakan kepada bapaknya yang bernama Azar :

أتتخذ أصناما آلهة إنى أراك وقومك فى ضلال مبين
“Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummmu dalam kesesatan yagn nyata. (Al-Anam : 74)

Semula ketika Ibrahim as melihat bintang dia menduganya sebagai tuhan dengna mengatakan: “Inilah Tuhanku”, tapi ia tidak suka saat bintang itu tenggelam. Lalu ketika bulan nampak, ia berkata: “Inilah Tuhanku”, tapi ia juga tidak suka ketika bulan itu terbenam, ketika matahari terbit, ia berkata: “Inilah Tuhanku”, tapi ia tidak menuhankan matahari karena matahari juga terbenam sampai akhirnya ia menemukan Tuhan Allah yang hak.

Demikianlah generasi Ibrahim dengan daya kritisnya yang tinggi untuk bersikap dan bertingkah laku, karena itu generasi yang harus kita bina harus memiliki sikap kritis sehingga tidak mudah diomabang ambing oleh berbagai mode.



Kedua, ciri generasi Ibrahim yang seharusnya ada pada generasi kita adalah memiliki sikap dan perilaku yang menyatu dengan ajaran Islam sehingga ia berlepas diri dati segala macam bentuk kekufuran. Sikap seperti ini membuat dia tidka mungkin suka kepada segala bentuk kemaksiatan karena hal itu merupakan cermin dari sikapnya kepada kekufuran. Surat Al-Mumtahanah ayat 4 tadi datas mencerminkan sikpa seperti ini.

Ketiga, yang merupakan ciri generasi Ibrahim adalah memiliki kebanggaan sebagia seorang muslim sehingga dai selalu menunjukkan identitasnya sebagai muslim dimanapun dia berada dalam berbagai situasi dan kondisi. Sikap ini tercermin dalam firman Allah :

فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون
“Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah” (surat Al-Imran :64)



Keempat, yang juga menjadi ciri generasi Ibrahimm adalah memiliki ilmu yang banyak sehingga dengan ilmu itu mereka mencapi prestasi yang tinnggi. Oleh karena itu generasi kita sekrang juga harus memiliki semangat yang tinggi dalam mencari ilmu dan gemar pula mengamlkan ilmu untuk kebaikan dijalan Allah swt, sifat ini terceermin dalm firman Allah:

واذكر عبادنا إبراهيم وإسحاق ويعقوب أولى الأيدى والأبصار
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishak dan Yakub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmmu yang tinggi”.(surat shad :45)

Kelima, yang juga menjadi ciri penting dari generasi Ibrahim adalah sanggup menghadapi resiko dalam perjuangan menegakkan kebenaran, hal ini karena perjuangan dijalan Allah memang akan berhadapan denan ssejumlah kendala dan Nabi Ibrahim as telah membuktikan keberaniaannya menanggung resiko sampai siap dibakar sekalipun, keberanian seperti ini memang harus kita tiru dalam kehidupan kita sekarang. Allah menceritakan sikap berani Nabi Ibrahim dalam firmannya:

فراغ عليهم ضربا باليمين فأقبلوا إليه يزفون قال أتعبدون ما تنحتون والله خلقكم وما تعملون قالوا ابنوا له بنيانا فألقوه فى الجحيم.
“Lalu dihadapinya berhal-berhala itu sambil memukulnya dengan tangannya. Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu, padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kau perbuat itu. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk membakar Ibrahim, lalu lemparkanlah dia kedalam api yang menyala-nyala itu”.(surat as-shafat:93-97)

Namun karena keberanian yang luar biasa itulah, Allah swt memberikan pertolongan dengan diselamatkannya Ibrahim dari jilatan api yang panas, apalagi Raja Namrud menunjukkan kesombongannya, hal itu diceritakan Allah dalam firmanNya:

قالوا حرقوه وانصروا آلهتكم إن كنتم فاعلين. لنا يا نار كونى بردا وسلاما على إبراهيم
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan banulan tuhan-uahn kamu jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatankah bagi Ibrahim (Surat al-Anbiya: 68-69)

Ciri keenam dari generasi Ibrahim adalah sangup dan mau berkorban demi kepentingan Islam dan umatnya. Ini nampak sekali dari gambaran ayat diatas dimanaIbrahim as memangg sanggup dan mau berkorban meskipun harus dengan nyawa sekalipun bagi usaha meneegakkan ajaran Islam, bahkan ketika Allah memerintahkannnya mengorbankan sang anak yang bernama Ismail as, diapun melakukannya dengan hati yang mantap. Oleh karena itu generasi kita sekarang juga harus dibentuk agar menjadi generasi yang sanggup dan mau berkorban dijalan Allah karena memang tiada perjuangan tanpa pengorbanan.

Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa demikian ideal gambaran dari generasi Ibrahim as dan bila kita menilai generasi kita pada masa sekarang, maka terasa betul kesenjangan yang sedemikian jauh. Namun hal ini tidak perlu kita khawatirkan selama kita mau berusaha semaksimal mungkin mendidik generasi sekarang dengan pendidikan yang sebaik mungkin.





Hari raya Idul Adha yang juga dikenal dengan hari raya Qurban salahsatu hikmahnya adalah mengingatkan kepada kita bahwa ajaran Islam itu memang harus ditegakkan dimuka bumi ini dan untuk menegakkannya Idul Adha juga mengingatkan akan pentingnya berkorban dalam kehidupan kita sebagai muslim yang berkewajiban menegakkan nilai-nilai Islam. Dalam konteks perjuangan dijalan Allah, pengorbanan menjadi lebih penting lagi karena memang tidak mungkin perjuangan bisa berjalan dengan baik tanpa pengorbanan yang harus dilakukan oleh kaum muslimin. Pengorbanan dalam perjuangan di jalan Allah itulah yang memang telah dicontohkan oleh para Rasul terdahulu dan Rasul saw serta para sahabatnya.

Dalam kaitan kita harus berkorban itulah ada firman Allah yang mengingatkan kita agar jangan sampai harta dan anak membuat kita lupa dari mengingat Allah swt. Yang menjadi persoalan kita adalah tidak semua orang bisa dengan mudah mengorbankan apa yang mereka miliki untuk dimanfaatkan dijalan Allah, karena itu ada 4 hal yang harus kita lakukan agar kita bisa berkorban dijalan Allah.

Pertama, merenungi dan menghitung-hitung betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita dan bila kita telah menghitungnya, maka kitapun tidak akan bisa menghitung keseluruhannya karena begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita dan kita harus bersyukur atau berterimakasih kepadaNya dalam bentuk pengabdian kepada Allah. Kita bisa melihat, bisa berjalan, bisa menghirup udara yang segar, bisa berbicara, bisa mendengar, bisa minum dan sebagainya merupakan diantara nikmat Allah yang harus kita syukuri dan berkorban dijalan Nya merupakan salah satu wujud dari rasa syukur kepada Allah swt, Allah berfirman:

لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شيء فإن الله به عليم
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (surat al-Imran :92)



Kalau kita bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada kita, maka kenikmatan yang Allah berikan itu akan ditambah, baik ditambah jumlahnya maupun ditambah daya gunanya sehingga orang suka mengatakan apa yang dimilikinya membawa keberkahan dan bila ternyata kita tidak mau membuktikan rasa syukur itu, maka cepat atau lambat Allah akan menunjukkan siksanya yang sangat pedih.

Kedua, menghindari pembelanjaan yang sia-sia, hal ini karena bagi seorang muslim apa yang dilakukannya harus berguna tak boleh sia-sia, termasuk dalam soal penggunaan harta dan itupula yang membuat seorang bisa mencapai keberuntungan, Allah berfirman:

قد أفلح المؤمنون الذين هم فى صلاتهم خاشعون والذين عن اللغو معرضون
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang0orang yang khusu’ dalam shalatnya dan orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna” (Surat Al-Mu’minun :1-3)

Larangan Allah dalam soal membelanjakan harta yang sia-sia bukan hanya agar seorang muslim termasuk orang yang beruntung, tapi juga agar seorang muslim tidak termasuk kelompok orang yang menjadi saudara syaitan karena hal itu termasuk pemborosan, Allah berfirman :

ولا تبذر تبذيرا إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syetan dan syetan itu sangat ingka kepada Tuhannya” (Surat Al-Israa :25-26)



Ketiga, meneladani orang-orang yang berkorban di jalan Allah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat serta pengikut-pengikutnya. Banyak sekali diantara mereka yang begitu besar tingkat pengorbanannya melebihi apa yang diharuskan. Diantara mereka misalnya pengorbanan yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Shiddiq yang membawa semua uangnya dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah bersama Rasul saw. Abu Bakar melakukan hal itu karena dia tahu keluarganya dalam hal ini istri dan anak-anaknya telah siap untuk tidak ditinggalkan apa-apa. Begitu juga dengan Yasir dan Sumayyah, suami istri yang menjadi budak dan rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan iman. Bilal bin Rabah juga siap menderita dengan siksaan yang berat dari tuannya demi mempertahankan iman dan masih banyak lagi kalau harus kita sebutkan satu persatu.

Keempat, yang harus dilakukan seorang muslim agar bisa berkorban dijalan Allah adalah dengan menghilangkan sifat materialistis dari jiwanya masing-masing. Hal ini karena manakala sifat ini masih melekat dalam jiwa seseorang, sangat sulit baginya untuk bisa berkorban secara ikhlas dijalan Allah. Materialisme membuat orang menjadi begitu cinta pada hal-hal yang bersifat duniawi, sementara baik dan buruk, hebat dan tidak hebat seringkali diukur dengan patokan materi, menguntungkan atau tidak secara materi, nabi Muhammad saw telah mensinyalir dalam satu hadist yang panjang dengan istilah Wahn yaitu hubbuddunya wakarohiyatulmaut, inta dunia dan takut mati.



Akhirnya bisa kita sadari bahwa berjuang dijalan Allah guna menegakkan nilai-nilai Islam merupakan kewajiban yang harus diemban oleh kaum muslimin, untuk itu diperlukan daya dukung yang besar bagi pelaksanaan perjuangan itu, tanpa itu sangat sulit bagi kita untuk bisa melaksanakan perjuangan, itu sebabnya dituntut adanya pengorbanan kita semua, baik pengorbanan dari segi waktu, tenaga, pikiran, dana sampai nyawa sekalipun.

Semoga kita termasuk kedalam orang-orang yang memiliki semangat perjuangan bagi tegaknya nilai-nilai yang datang dari Allah dan kita mau berkorban dengan segala yang kita miliki.