Berpuasa bagi lensia

Berpuasa Bagi Lansia


Bagi umat muslim, bulan Ramadhan merupakan momen yang ditunggu-tunggu untuk berlomba-lomba mengerjakan ibadah, terutama berpuasa. Ibadah wajib muslim dewasa ini mensyaratkan untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan seperti makan, minum, serta hubungan seksual sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Khusus untuk para Lansia, fokus utama puasa ramadhan terletak pada pengaturan diet ketika berbuka dan sahur. Para lansia diperbolehkan berpuasa jika kondisi tubuhnya stabil, penyakitnya terkontrol, serta tidak ada infeksi akut.

Proporsi kalori untuk sahur, buka puasa, dan sesudah tarawih bagi para lansia ialah 40%, 50%, dan 10%. Ketika berbuka puasa, pastikan tidak langsung makan berat, karena fungsi lambung dan usus halus jelas sudah jauh menurun. Kebutuhan kalori puasa dengan tidak puasa tidak ada perbedaan, sehingga, jumlah makanan yang masuk logikanya tidak boleh berubah.

Untuk mencegah dehidrasi, anjurkan lansia untuk minum air ketika bangun tidur, ketika sahur, saat berbuka, serta porsi terbesar setelah tarawih atau sebelum tidur. Antara berbuka dengan sebelum sahur sebaiknya mengkonsumsi jus buah agar lebih bernutrisi. Terlalu banyak es pada minuman akan menahan rasa kenyang sehingga para lansia menjadi malas makan.

Ketika sahur, tidak dianjurkan minum teh dan kopi dan makanan yang sulit dicerna, seperti keju. Dianjurkan mengonsumsi makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat ketika sahur dan berbuka.

Pilihan yang baik ialah buah-buahan terutama kurma karena mengandung gula, serat, karbohidrat, kalium, dan magnesium. Sedangkan untuk konsumsi obat, para lansia mesti memperhatikan jenis dan etiket obat. Agen sistemik bisa dikonsumsi ketika berbuka dan sahur. Namun bila kondisi tidak memungkinkan, sebaiknya segeralah berbuka.

Ingat, ganjaran ibadah puasa hanyalah Allah yang tahu, jadi prinsip utama berpuasa pada penyakit kronis ialah jangan memaksakan puasa, kecuali jika sakit yang diderita bisa dikontrol, tidak terlalu parah, serta kondisi tubuh sedang sehat bugar.



Bau Mulut Saat Berpuasa


Setiap orang yang berpuasa tentunya ingin tetap sehat dan segar. Para ahli kesehatan menganjurkan kepada kita agar orang yang menjalankan puasa itu tetap mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, yaitu sumber karbohidrat, lemak, protein hewani dan nabati serta asupan sumber mineral dan vitamin, saat sahur maupun buka puasa.

Dengan demikian, meskipun sepanjang pagi hingga sore hari tidak makan dan minum, tubuh tetap dalam keadaan sehat dan bugar. Meski badan dalam keadaan sehat dan bugar, gangguan sosial kerap dialami oleh orang yang sedang berpuasa, yaitu bau mulut. Hal ini dimungkinkan karena sejak batas imsak saat menjelang subuh hingga berbuka ketika magrib, lambung dalam keadaan kosong.

Para pakar kesehatan menyatakan, keadaan lambung kosong serta hawanya yang keluar lewat mulut akan menimbulkan bau tak sedap. Terlebih, bila orang itu mengalami sakit maag. Bau yang keluar akan lebih menyengat. Dalam keadaan normal saja, mulut kita penuh dengan bakteri. Bakteri-bakteri itulah yang bisa menyebabkan bau mulut.

Kondisi mulut yang menjadi tak bau bisa dikarenakan terbilas oleh air dan makanan ketika kita dalam keadaan tidak berpuasa. Meskipun begitu, mengonsumsi terlalu banyak makan yang beraroma pun, seperti bawang putih juga akan bisa mengakibatkan bau mulut. Jadi, bau mulut saat berpuasa itu lumrah. Dianjurkan, banyak mengkonsumsi air dan makanan yang tak beraroma saat sahur, untuk mengurangi bau yang tak sedap saat sedang berpuasa.


Agar Berpuasa tetap Sehat


Agar puasa dapat menyehatkan diperlukan strategi yang tepat. Siasat yang baik adalah dengan melakukan pengaturan pola makan dan minum, pengaturan aktivitas atau olahraga, perhatian ekstra dan strategi khusus untuk penyakit atau kondisi tertentu serta persiapan mental.

Berpuasa tidak berarti mengurangi aktivitas atau kerja. Kita bisa terus berolahraga dengan memperhatikan waktu berolahraga yang tepat. Pada saat puasa tidak dianjurkan melakukan aktivitas atau olahraga berat.

Sebaiknya olahraga dilakukan menjelang berbuka puasa atau pada malam hari. Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga ringan seperti jalan kaki, senam, lari kecil. Sholat tarawih pun bisa dijadikan aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh.

Pada pasien yang memiliki penyakit pada lambung yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung, stres dan makan tidak teratur umumnya boleh berpuasa. Namun bila penyakit pada lambung disebabkan karena adanya luka pada lambung umumnya tidak dianjurkan berpuasa.

Makanan yang perlu dihindari antara lain, banyak mengandung gas dan tinggi serat (sawi, kol, nangka, pisang, kedondong, buah yang dikeringkan dan minuman bersoda. Hindari juga makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung (kopi, sari buah sitrus, susu), merusak dinding lambung (cuka, pedas, merica dan bumbu yang merangsang), sulit dicerna (makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju).

Sedangkan bagi penyandang diabetes atau diabetisi yang ingin berpuasa, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter. Karena secara umum, diabetesi boleh berpuasa bla keadaan gula darahnya terkontrol (gula darah puasanya 80-126 mg/dl, s jam setelah makan 80-180 mg/dl). Apabila menggunakan insulin, jangan lebih dari 2 kali sehari, memiliki fungsi hati atau liver dan ginjal yang baik, tidak ada gangguan pembuluh darah otak yang berat, tidak ada kelainan pembuluh darah jantung, cadangan lemak tubuh cukup, tidak ada kelainan hormonal lain dan tidak mengalami demam tinggi.

Pengaturan makan pada saat berpusa untuk diabetesi tidak berbeda dnegan jumlah asupan kalori dari makanan bila tidak puasa. Hanya saja diperlukan pengaturan dan distribusi makanan serta obat-obatan yang perlu dikonsultasikan dengan dokter.

Untuk ibu hamil diperbolehkan puasa apabila kuat dan tidak merasakan keluhan seperti pusing, gemetar, mual berlebihan serta tidak termasuk kehamilan beresiko tinggi. Ibu hamil juga sebaiknya tidak memaksakan berpuasa jika membahayakan diri sendiri dan janin. Jenis dan jumlah makanan yang dibutuhkan juga dibutuhkan pada waktu puasa sama seperti bila tidak puasa.

Sebagian besar ibu menyusui tidak kuat berpuasa karena mengeluarkan ASI, karena pengeluaran ASI bisa memberikan dampak lemas dan mudah lapar. Sebaiknya tidak memaksakan diri untuk puasa bila tidak kuat, karena bukan tindakan bijaksana bagi seorang ibu menyusi memaksakan diri menjalankan puasa tapi mengganti ASI dengan susu kaleng untuk sang anak.

Menghadapi puasa di bulan Ramadhan, diperlukan persiapan mental, diantaranya niat dan motivasi kuat yang juga mempengaruhi kesiapan fisik. Puasa dengan niat ibadah yang ikhlas dan tenang, diiringi dengan kesabaran dapat menghindari stres dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan persiapan yang baik, kita bisa menjalankan ibadan puasa dengan khusyuk dan optimal, meraih manfaat pahala dan meningkatkan kesehatan.

Sumber: Dr. Ahmad Jamaluddin (FKUI RSCM)
Sebagai bahan Seminar Kesehatan yang diselenggarakan oleh Sun Hope Indonesia, pada 7 September 2008

0 comments:

Post a Comment